Translate

Friday, 2 April 2010

POTRET AS-SALAFU AS-SHALIH


POTRET AS-SALAFU AS-SHALIH

a. Salaf dan Khosyyah mereka kepada Allah :
 Sahabat :
Dari Abdullah bin Dinar berkata : Saya pergi bersama Ibnu Umar ke Makkah, ditengah perjalanan, kami berhenti sebentar untuk untuk istirahat. Tiba-tiba ada seseorang anak gembala turun dari bukit menuju kearah kami, Ibnu Umar bertanya kepadanya ; Apakah kamu penggembala, ya ...jawabnya. Lanjut Ibnu Umar lagi ; Juallah kepada saya seokor kambing saja (ibnu mar ingin mengetahui kejujurannya) penggembala menjawab :  Saya bukan pemilik kambing-kambing ini, saya hanyalah hamba sahaya.  Katakan saja pada tuanmu, bahwa ia dimakan srigala, kata Ibnu Umar membujuk. Lalu dimanakah Allah Azza wa-Jalla ? jawab penggembala mantap (Ibnu Umar bangga dengan jawaban penggembala) dan berguman ; ya, benar dimanakah Allah ? Kemudian beliau menangis dan dibelinya hamba sahaya tadi lalu dimerdekakan. (Thabrani rijalnya Tsiqqoh. III/216)

Dari Salm, bin Qosyier, bahwasanya Abu Huroiroh menangis dikala sakit. Ditanyakan kepadanya, apa yang membuat anda menangis, ? beliau menjawab : Aku bukan menangis terhadap dunia kalian ini, tetapi karena jauhnya perjalanan, sedangkan bekalku sedikit. Aku akan berjalan mendaki, lalu turun menuju Jannah atau turun menuju neraka. Aku tidak tahu mana yang akan kutuju. (II/625)

Tabi'in :
Sa'id bin Jabair berkata : Sesungguhnya khasyah itu adalah engkau takut kepada Allah, sehingga rasa takutmu itu menghalangimu dari kemaksiyatanmu. Khasyah dan dzikir adalah bentuk ketaatan kepada Allah. Barang siapa taat kepada Allahmaka ia telah berdzikir kepadaNya dan barang siapa yang tidak taat kepadaNya bukanlah seorang pedzikir, walaupun ia memperbanyak tasbih dan tilawah Qur'an. [IV/326]

Dari Mughirah bin Hakim telah berkata Fatimah putri Umar bin Abdul Aziz bahwasanya dia lebih banyak shalat dan berpuasa daripada manusia pada waktu itu, saya tidak pernah melihat seseorang yang takut kepada rabbnya selain dari Umar bin Abdul Aziz. Adalah beliau bila shalat Isya' beliau duduk didalam masjid kemudian beliau mengangkat kedua tangannya lalu beliau menangis terus-menerus sehingga kedua matanya bengkak, lalu beliau masih meneruskan do'anya seraya menengadahkan tangannya dan menangis sampai bercucuran air matanya. Yang seperti itu dia lakukan terus menerus setiap malamnya lantaran takutnya kepada Allah. [V/137]

Abu Sulaiman ad-Dary berkata : Ia (Atha' as-Sulaimy) sangan takut kepada Allah, dia tidak menanyakan jannah tapi menanyakan pengampunan. Dikatakan, adalah dia jika menangis, menangis selama tiga hari tiga malam. (VI/87)

Atha’ al-Khaffaf berkata : Tidaklah aku bertemu dengan Sufyan ats-Tsaury kecuali dalam keadaan selalu menangis. Aku bertanya, apakah penyebabnya, ? Ia menjawab : Saya sangat takut jika di lauhil mahfudl saya tertulis dalam golongan orang-orang yang celaka. (VII/266)

Dari asy-Sya’by : Adalah Sulaiman bin Abdul Malik (Amirul Mukminin sebelum Umar bin Abdul Aziz) menunaikan haji bersama Umar bin Abdul Aziz, tatkala beliau melihat rakyatnya berjubel dihari raya haji itu, beliau berkata kepada Umar bin Abdul Aziz; Apakah engkau tidak melihat orang-orang itu yang tidak ada yang mengetahui jumlah mereka kecuali Allah semata, dan tidak ada yang mencukupi rizki mereka kecuali Allah juga. Umar bin Abdul Aziz menimpali,Wahai Amirul Mukminin, hari ini mereka adalah rakyat anda, dan besok dihari qiamat mereka adalah musuh-musuh anda disisi Allah. Mendengar hal itu Sulaiman bin Abdul Malik menangis keras dan berkata : Hanya kepada Allhlah aku meminta pertolongan. (Al Bidayah IX/187)

Qeis bin Muhammad berkata : Setiap sore adl-Dlohhak menangis. Maka ia ditanya tentang hal itu. Jawabnya : Aku tidak tahu, adakah diantara amal-amalku hari ini ada yang diterima olehnya. (IV/600)

Tabi’ut Tabi’in :

Abu Abdurrahman al-Asady berkata :  Aku bertanya kepada  Sa’id bin Abdil Aziz : Kenapa anda menangis dalam didalam shalat, Beliau menjawab : Wahai anak saudaraku, untuk apa anda bertanya seperti itu ? Aku menjawab : Semoga Allah memberi manfaat darinya. Beliau berkata : Aku tidak berdiri melakukan shalat, kecuali seolah-olah aku berada di Jahannam. (VIII/31)
al-Qosim bin Muhammad : Kami pergi safar bersama Ibnul Mubarak. Aku selalu bertanya dalam hati, Apa kelebihan orang ini yang menyebabkannya sangat terkenal. Kalau dia sholat, kami juga sholat. Kalau dia shoum, kami juga shoum. Kalau dia berperang, kami juga berperang. Kalau dia pergi haji, kami juga melakukan hal yang sama. Ia berkata : Pada suatu saat, ditengah perjalanan ke Syam, kami makan malam disebuah rumah. Kebetulan lampu padam. Sebagian dari kami berdiri (masuk kamar) untuk menyalakan lampu. Tidak lama kemudian ia datang dengan lampu menyala. Saya melihat kepada Ibnul Mubarak, ternyata janggutnya telah basah dengan air mata. Aku berkata dalam hati : Dengan khasyah ini, rupanya beliau lebih baik dari pada kami. Mungkin ketika lampu padam, ruangan jadi gelap gulita, beliau iangat hari kiamat. (Sifatus-Sofwah IV/129)

b. Salaf dan Ketawadlu’an mereka

Sahabat :
Dari Ghudloif bin al-Harits (Sighorus-shohabat) Beliau mendengar Umar ra berkata : Sebaik-baik orang adalah Ghudloif. Setelah itu saya berjumpa dengan Abu Dzar al-Ghifary. Kata beliau, Abu Dzar berkata : Wahai saudaraku, mintakanlah ampun kepadaku. Saya menjawab, tidak. Andalah termasuk kibar sahabat Rasulullah saw. Andalah yang lebih berkhak memintakan ampun untukku. Tidak, sebab saya pernah mendengar perkataan Umar, sebaik-baik pemuda adalah Ghudloif dan Rasulullah pun pernah bersabda : Sesungguhnya Allah ... ....melalui lesan Umar dan hatinya. (HR. Ahmad. disahihkan al-Hakim dan disepakati adl-Dzahaby. Shahih. Abu Dawud Ibnu Majah. Siyar /454)


Ali ra berkata  : Tidak ada orang yang tegar dijalan Allah (beramar ma'ruf dan nahi munkar) tidak peduli dengan celaan para pencela selain Abu Dzar, dan tidak juga saya ...(II/63)

Tabi'in :
Yunus bin Bukair dari Ibnu Ishaq berkata ; "Saya telah melihat al-Qasim bin Muhammad sedang shalat. Ketika itu datanglah kepada beliau seseorang dari kampung, lalu dia berkata ; M

Syaqiq bin Jamal pernah ditanya  ;  Siapakah yang lebih besar, anda ataukah Rabi' bin Khutsain? Ia menjawab ; Aku lebih besar darinya dari segi umur dan dia lebih besar dariku akalnya. [IV/

Tabi’ut Tabi’in :
Seorang bertanya kepada Yusuf bin Asbath ; Apakah puncak tawadlu’ itu ? Ia menjawab : Jangan kamu bertemu dengan seorang kecuali kamu lihat ia mempunyai keutamaan yang tidak kamu miliki. (IX/170)

Berkata Hasan : Ketika Abdullah bin Mubarak berada di Kufah dibacakan kepadanya kitab manasik haji, ketika sampai pada suatu masalah disebutkan, Dari Abdullah bin Mubarak, dan pendapat ini yang kami ambil .... Beliau berkata : Siapa yang menulis ini dari pendapatku ? Maka beliau mulai menghapus dengan tangannya sampai beliau kembali mengajar. Beliau berkata : Siapa aku ini, hingga ditulis pendapatku. (Sifat IV/122)


c. Salaf dan kezuhudan mereka terhadap dunia.

Sahabat  :
Dari Jabir RA. ; Kami telah berhijrah bersama Rasulullah saw demi mencari ridla Allah ta'ala dan tertulislah pahala disisihNya. Akan tetapi sebagian dari kami telah kami ke hadliratNya, sedang belum menikmati sedikitpun balasan (dunia)nya. diantara mereka adalah Mus'ab bin Umairra yang syahid pada perang Uhud, sedang tidak ada (kafan) kecuali sehelai kain woll, bila kami tutupkan kemukanya terbukalah kakinya, dan jika kami tutupkan ke kakinya, tampaklah wajahnya. Lalu Rasulullah saw bersabda : Tutuplah kepalanya dan taruhlah dikedua kakinya, rerumputan.. (Bukhari-Muslim) I/146
Ketika Khalofah Umar bin Khattab Ra mengadakan inspeksi ke Syam, ia ditemui oleh para pemimpin dan pembesar pasukannya. Beliau bertanya ; Dimanakah saudaraku Abu Ubaidah ?. Maka datanglah Abu Ubaidah RA mengendarai seekor unta dan memberi salam padanya, lalu memerintah kepada pasukannya, Tinggalkanlah kami (berdua). Kemudian keduanya berjalan-jalan hingga sampai di kediaman Abu Ubaidah ra.  Keduanya turun dan (masuk kedalamnya), akan tetapi tidak didapatkan dirumahnya kecuali hanya pedang, tameng dan perlengkapan kudanya. Maka Umar bin Khattab berkata : akenapa tidak engkau ambil suatu barang (lainnya) ? {I/16}

Dari Nu'man bin  bin Hamid : Saya menemui Salman ra  bersama pamanku, sedangkan Salman sedang menganyam daum kurma. Saya mendengar beliau berkata : Saya membeli bahannya satu dirham,kemudian saya anyam, lalu saya jual dengan tiga dirham. Satu dirham saya gunakan untuk modal, satu dirham sebagai nafkah keluargaku, dan satu durham saya sedekahkan. Seandainya Umar ra melarangku aku tidak akan berhenti dari pekerjaan ini. {I/547} Padaha gaji Salman 5000 dirham dan diinfakkan.

Sam’an at-Taimy berkata : Ali bin Abi Thalib telah keluar dengan pedangnya pergi kepasar lalu beliau berkata : Siapa yang akan membeli pedangku ini, kalaulah aku mempunyai empat dirham untuk membeli kain sarung, niscaya aku tidak menjual pedangku ini. Muksam berkata dari Ibnu Abbas : Ali telah membeli baju gamis dengan harga tiga dirham sedang pada waktu itu beliau menjadi khalifah. Lalu beliau memotong ujung lengannya seraya berkata : Al-hamdulillah inilah tempat pakaian yang menjadi kemewahan. (Bidayah IV/4)

Dari Tsabit, dari Anas ra berkata : Sa’ad ra dan Ibnu Mas’ud ra menemui Salman ketika beliau akan wafat, lalu ia menangis. Ketika ditanya, kenapa anda menangis ? Ia menjawab : Sebuah janji Rasulullah saw terhadap kami, sedang kami tidak mampu menetapinya. Beliau saw bersabda : ليكن  Hendaklah dunia seseorang diantara kamu, seperti perbekalan seorang musafir. Tsabit berkata : Saya mendengar harta peninggalan Salman ra dua puluh dirham lebih sedikit. (I/553)

Tabi'in :
Abu Ja'far al-Baqir (Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali) berkata ; Barang siapa hatinya dimasuki oleh sesuatu yang murni dari dien Allah, hatinya tidak akan sempat berpaling kepada yang lain dari urusan dunia, dan itu tidak akan terjadi. Apalah dunia selain kendaraan yang kunaiki, baju yang kukenakan atau wanita yang kunikahi.. [IV/405]

Dari Maslamah bin Abdul Malik berkata ; Saya telah masuk ke kamar Umar bin Abdul Aziz, sedangkan baju gamisnya kotor, maka aku katakan kepada anaknya yaitu saudara Maslamah, cucikanlah pakaian dia itu, ia menjawab ; ya, kami akan kerjakan. Lalu akupun kembali ke rumah Umar bin Abdul Aziz namun aku temui baju beliau sebagaimana semula (kotor), maka aku katakan kepadanya, cucilah pakaian Umar bin Abdul Azizi itu, jawabnya ; Demi Allah Sungguh dia hanya memiliki satu baju gamis saja (yang dipakai). V/134
Dan sesungguhnya Umar bin Abdul Aziz berkata kepada istrinya ; Apakah kamu memiliki uang untuk membeloi buah anggur, ? ia menjawab ; tidak. ia berkata lagi ; apakah kamu meiliki uang, Ia menjawab ; tidak. Bukankah kamu Amirul Mukminin ? Kenapa kamu tidak memiliki harta sedikitpun ? Beliau berkata, sungguh hal tersebut akan sangat memudahkan seseorang tergelincir kedalam jahannam. [V/187]
Berkata Abdullah bin Abi Zakariya; Saya belum pernah memegang harta satu dinarpun, tidak pula satu dirham dalam hidupku ini, dan belumlah aku membeli sesuatu untuk kesenangan dunia inipun sekalipun, akan tetrapi aku hanya menjual sesuatu dalam hidupku sekali saja. [
V/287]

Sufyan ats-Tsaury : Zuhud itu bukan dengan makanan yang keras (murah) atau baju yang lusuh, akan tetapi zuhud adalah pendeknya angan-angan dan selalu mengingat mati. (VII/243)

Imam Ahmad ditanya tentang seseorang yang memiliki harta 1000 dinar, adakah dia termasuk orang zuhud ? Beliau menjawab : Ya, dengan syarat, hendaklah tidak gembira jika bertambah dan tidak sedih jika berkurang. (Madarijus-Salikin II/11)

Hasan al-Basry berkata : Demi Allah, tidaklah aku heran terhadap sesuatu sebagaimana heranku pada seseorang yang menganggap bahwasannya mencintai dunia bukan termasuk dosa-dosa besar. Sedangkan Allah mengatagorikan mencintai dunia termasuk dari dosa-dosa besar. Lalu apakah mereka akan beribadah kepada Allah, dan bersama itu mereka mencintai dunia ? Apakah mereka tidak dikatakan, mengibadahi berhala ? Bukankah bermaksiyat kepada Allah adalah sebab dari cinta dunia ? Maka orang yang bijak pasti tidak memisahkannya. Tidak merusak untuk bertaqorrub kepada-Nya. Dan tidak pula dia segan untuk meninggalkannya (dunia) (Hilyatul Auliya’ : VI/13, Siyaru A’lam, VII/259)

Abu wa’il ra (kun-yah Sayaqiq bin Salamah) mempunyai gubuk dari bambu. Ia tinggal disana bersama kudanya. Apabila ia berangkat berperang, ia cabut gubuk itu dan ia sedekahkan. Lalu jika ia pulang, ia membuat lagi gubuk yang baru. (IV/       )

Tabi’ut Tabi’in :

Muhammad bin al-Mutsanna berkata : Dari Basysar, jika salah seorang mencintai dunia, sungguh ia tidak menintai mati. Barang siapa zuhud terhadap dunia, pasti dia mencintai untuk bertemu dengan kekasihNya. (X/446)

d. Salaf dan kezuhudan mereka terhadap kepemimpinan

Sahabat :
Suatu ketika Utsman bin Affan sakit, beliau memanggil Humran dan berkata : Tulislah ‘Ahd untuk Abdurrahman sepeninggalku untuk menjadi Khalifah. Maka Humran menulis dan bersegera menemui Abdurrahman. Ia berkata : Kabar gembira. Abdurrahman bertanya : Apakah itu ? Humran menjawab : Sungguh Utsman telah menulis janji untuk anda sepeninggalnya. Maka Abdurrahman berdiri diantara kubur dan mimbar Nabi saw berdo’a : Ya Allah, kalaulah ini pengangkatan dari Utsman untukku, maka cabutlah nyawaku sebelum Engkau cabut nyawanya. Maka tak lebih dari enam bulan berlalu, Abdurrahmanpun wafat. (I/88)

Tabi’in :
Berkata Ibnu Uyainah : Telah memberitahukan kepadaku dari seseorang yang yang berperang di Dabiq. Ketika itu manusia berkumpul dalam peperangan, maka meninggallah Sulaiman di daerah Dabiq tersebut, lalu pulanglah Raja'  Ibnu Haiwah teman dalam kepemerintahannya. Kemudian dia keluar untuk menemuhi manusia dan menghabarkan kepada mereka, atas kematian Sulaiman. Lalu dia naik keatas mimbar, ia berkata ; Sesungguhnya Amirul mukminin telah meninggalkan surat wasiyat dan telah menetapkan satu keputusan, maka saya umumkan kematian beliau. Lalu apakah kalian akan mendengar dan  ta'at, mereka menjawab ; ya. Kami akan mendengar dan ta'at. Berkatalah Hisyam, kami akan mendengar dan ta'at jika kami diperintah kembali oleh seseorang dari bani Abdul Malik. Dia berkata : Dia akhirnya ditarik oleh manusia sehingga terpelantinglah Ia ketanah. Mereka berkata ; kami akan mendengar dan ta'at. Raja' berkata ; Berdirilah kamu wahai Umar, Umar bin Abdul Azizi menjawab ; tidak . Ia berkata ; wahai Umar, berdirilah agar kamu dibai'at oleh manusia, Umar menjawab ; Sesungguhnya  urusan ini Allah akan meminta pertanggung jawabannya. V/125.

Sufyan ats-Tsaury berkata : Saya akan mendapatkan bahwa zuhud yang paling langka adalah zuhud dalam hal kepemimpinan. Engkau bisa mendapatkan seseorang yang zuhud dalam makanan, harta dan bajunya, tetapi ketika telah mendapatkan kepemimpinan, ia akan mempertahankannya dengan seluruh tenaganya dan memusuhi/melampaui batas. (VII/262)

e. Salaf dan rasa takut mereka akan Ujub

Tabi’in :
Mutharrif berkata ; Tidur semalaman  (tidak bangun malam) lalu pagi harinya menyesal lebih akau sukai daripada bangun malam semalaman dan dipagi hari ada rasa ujub dalam diriku. [IV/190]

Dari Salam berkata : Adalah Ayyub as-Sakhtiyany bangun pada seluruh malam. Beliau menyembunyikannya. Menjelang subuh beliau mengeraskan suaranya seakan-akan (hanya) bangun pada waktu itu. (VI/17)

Tabi’ut Tabi’in :
Suatu hari Fudhoil bin Iyadl dan Sufyan ats-Tsaury berkumpul, saling mengingatkan. Maka Sufyan mulai menangis dan berkata : Aku berharap majlis ini membawa rahmad dan berkah. Fudhoil menimpali : Akan tetapi wahai Abu Abdullah, aku takut justru kalau hari ini adalah hari yang paling berbahaya bagi kita. Bukankah kamu telah mengatakan hal-hal yang baik, dan begitu juga denganku. Aku takit, jangan-jangan
kamu menghiasi perkataan karena diriku dan begitu pula dengan aku. Maka Sufyan menangis (lagi) dan berkata : Engkau telah mengingatkanku, semoga Allah menjagamu.(VIII/439)

Muhammad bin Manshur : Kami berada di majlis Imam Bukhory. Tiba-tiba seorang membawa suatu kotoran dari janggutnya, dan melemparkan ke lantai. Aku melihat Imam Bukhari melihat kepadanya dan kepada manusia. Ketika manusia lupa dari hal itu, aku melihat beliau mengambilnya dan menyembunyikan-nya dibalik lengan bajunya. Dan ketika keluar dari masjid, aku lihat beliau melemparkan kotoran itu ketanah. (Sifatus-Sofwah IV/148)

al-Husain al-Marwazy : Berkata Ibnul Mubarak : Jadilah orang yang tidak dikenal, dan tidak suka terkenal. (Syuhrah) Dan janganlah engkau tampakkan bahwa dirimu tidak suka terkenal sehingga dirimu akan merasa tinggi. Karena pengakuan bahwa engkau seorang yang zuhud telah mengeluarkanmu dari zuhud itu sendiri, karena hal itu menyebabkan engkau mendapatkan pujian dan sanjungan (IV/124)


f. Salaf dan semangat mereka dalam mengikuti al-Haq.

Sahabat :
Ibnu Umar ditanya tentang haji tamattu’, Beliau membolehkan dan menganjurkannya. Si penanya berkata : Apakah anda pantas menyelisihi bapak anda ? Lalu Ibnu Umar menerangkan bahwa Umar pun ra tidak menolaknya. Ketika sang penanya mengulang-ulangi pertanyaan tadi, Ibnu Umar berkata : Lalu, Kitabullah ataukah Umar yang pantas untuk diikuti. (al-Baihaqi, al-Majmu’ VII/158)

Tabi’ut-Tabi’in :
Seorang berkata pada Imam Syafi’i, Anda memakai hadits ini Abu Abdullah ?, Maka Imam Syafi’i menjawab : Kapan saja, aku meriwayatkan hadits shahih dari Rasulullah tetapi aku tidak menjadikannya sebagai dalil, maka aku bersaksi kepadamu bahwa akalku telah pergi.

g. Salaf dan semangat mereka dalam menuntut ilmu.

Sahabat :
Dari Ibnu Abbas ra : Ketika Rasulullah saw wafat, saya berkata pada seorang pemuda dari Anshar : Marilah kita menuntut ilmu kepad para Sahabat Nabi saw, mumpung mereka masih hdup. Ia berkata : Anda ini aneh, wahai Ibnu Abbas ! Apakah anda mengira manusia akan membutuhkanmu sedangkan para Sahabat senior ada diantara mereka ? Ia enggan untuk itu. Kemudian saya serius dan betanya dari para Sahabat Kadang saya mendengar ada seorang sahabat yang memiliki seorang hadits, maka saya datangi Ia. Pada wakti itu Ia tidur siang,  Saya tunggu didepan rumahnya hingga debu-debu mrngenai wajah ini. Ketika Ia keluar Ia kaget dan berkata : Wahai anak paman Rasulullah saw, apakah keperluan anda ? kenapa tidak engkau utus seseorang kepadaku agar aku mendatangi anda ? Ibnu Abbas berkata : Tidak, saya yang lebih berhak untuk mendatangi anda, saya mendengar bahwa anda mendengar sebuah hadits dari  Rasulullah saw, dan saya ingin mendengarkan dari anda.  Pada suatu saat pemuda Anshar tadi melihatku, sedang orang-orang berkumpul dan bertanya kepadaku. Saat itu para Sahabat senior sudah pada wafat. Ia berkata ; Pemuda itu lebih pintar dariku. (al-Hakim I/106. Ibnu Abdil Barr dalam Jami'u Bayanil Ilmi. I/85)

Tabi'in :
Sa'id bin Musayyib berkata : Aku benar-benar  menempuh perjalanan berhari-hari dan bermalam-malam untuk mendapatkan sebuah hadits.[IV/222]

Abul ‘Aliyah berkata : Aku menempuh perjalanan berhari-hari kepada seseorang untuk belajar darinya. Maka aku melihat shalatnya, Jika aku dapatkan bagus akau menetapinya. Tetapi jika aku dapatkan ia menyia-nyiakannya, maka aku pergi lagi, dan tidak jadi belajar darinya. Aku katakan terhadap selain shalat ia lebihmenyia-nyiakan. (Siyar IV/209)

Abdurrahman bin Ardak bercerita : Suatu ketika Ali bin Husain memasuki masjid. Ia meminta jalan kepada mereka yang hadir sehingga ia duduk di halaqohnya Zaid bin Aslam. Melihat hal itu Nafi’ bin Jubair berkata : Semoga Allah mengampuni anda.! Anda adalah Sayyi dari sekalian manusia. Anda bersusah-susah untuk menghadiri majlis hamba sahaya ! Maka Ali bin Husain berkata : Ilmu itu dibutuhkan, didatangi dan dicari dimanapun ia berada. (IV/388)

Yahya bin Abi Katsir berkata : Tidaklah ilmu itu akan didapatkan dengan istirahatnya badan. (Sifat IV/70)

h. Salaf dan kehati-hatian mereka dalam berfatwa

Sahabat :
Abu Darda’ berkata : perkataan “Aku tidak tahu” adalah separoh ilmu.

Tabi’in :
‘Asy’ats berkata apbila Ibnu Sirin ditanya, tentang halal dan haram, maka wajahnya berubah sehingga kamu akan mengatakan sepertinya ia bukanlah yang tadi. (IV/316)

Berkata Abdul Aziz Ibnu Rafi’, telah ditanya Atha’ tentang sesuatu maka dikatakan kepadanya saya tidak tahu, jawabnya. Apakah kamu atidak berkata dengan memakai pendapatmu ? Jawabnya, sesungguhnya aku sangat malu dihadapan Allah jika aku mendahulukan pendapatku diatas bumi Allah ini. Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa karena mereka berlebih-lebihan dalam mendahulukan suatu perkataan tanpa kebenaran dari kitabullah atau mereka tidak memerintahkan perbuatan yang makruf dan mencegah dari yang munkar, apakah kamu akan berbicara dalam hidupmu yang mesti kamu jalankan ini tanpa dasar ilmu ? sedang kamu mengingkari tidak ada Malaikat yang selalu mengawasi diri kamu untuk mencatan segala amal perbuatan kamu dari berbagai arah. Sesungguhnya apa-apa yang kamu lafatkan dari satu ucapan, kecuali semua itu ada malaikat raqib dan atid yang menulisnya. Apakah kamu tidak takut salah satu dari kamu jika dibagikan kepada kalian catatan amal yang keseluruhannya tidak tertulis kecuali yang ada didalamnya ? Lalu bagaimana jika kamu tidak mendapatkan balasan di akhirat ? (V/84)

Berkata Abu Hilal : Saya telah bertanya kepada Qotadah dalam satu masalah, dia menjawab : Saya tidak tahu, katanya padanya. Katakan, Apa pendapatmu  tentangnya, dia berkata ; Saya sejak 40 tahun lamanya tidak mengatakan sesuatu dengan pendapatku. Berkata Abu Hilal, sedang umurnya pada waktu itu 50 tahun. Imam adz-Dzahabi mengomentari : Peristiwa diatas membuktikan bahwa dia tidak mengatakan/berfatwa pada satu masalah melainkan dengan ilmu dan tidak berkata walaupun hanya sebatas pendapatnya sendiri. (V/272-273)

Berkata Dawud al-Audy, Asy-Sya’bi pernah berkata kepada saya,  tetaplah disini bersama saya, hingga engkau saya ajari suatu ilmu, dan bahkan ia puncak segala ilmu. Saya berkata : Apa yang engkau berikan kepadaku itu, ? Asy-Sya’by menjawab : Jika engkau ditanya tentang sesuatu yang engkau tidak mengetahui jawabannya, katakanlah, Allahu A’lam. Sesungguhnya (jawaban) itu ilmu yang baik. (Al-Bidayah IX/240)

Tabi’ut Tabi’in :
Suhnun berkata : Sebagian dari orang-orang yang telah berlalu, berkeinginan untuk mengutarakan satu kalimat, andaikan mereka mengatakannya, tentu banyak orang yang mengambil manfaatnya. Akan tetapi mereka tidak mengatakannya karena takut bergangga diri. Dan apabila diam membuat mereka kagum, mereka berbicara. Suhnun melanjutkan dan berkata : Orang yang paling berani berfatwa adalah yang paling sedikit ilmunya. (XXII/66)

I. Salaf dan Amar Makruf Nahi Munkar.

Sahabat :
Bahwasannya Ubadah bin as-Shamith hidup bersama Muawiyah. Suatu hari dikumandangkan adzan, berdirilah seorang khatib, lalu memuji-muji dan menyanjung-nyanjung Muawiyah. Ubadah bin as-Shamith segera bangkit dengan tangan menggenggam pasir, lalu dilempar kemulut sang khatib. Muawiyah marah, tetapi Ubadah berkata kepadanya : Sesungguhnya anda tidak ikut bersama kami ketika Rasulullah membaiat kami -di Aqobah- agar kami mendengar dan ta’at dalam keadaan senang, susah, malas , ataupun benci dan agar kami menegekkan kebenaran dimana saja kami berada, tetap membela dijalan Allah, tidak takut terhadap celaan para pencela. Dan Rasulullah saw bersabda : Bila kalian melihat penyanjung yang berlebihan, maka lemparkanlah pasir ke mulut mereka. (II/7)

Diriwayatkan (dalam satu riwayat oleh Ibnu Utsman an Nahdi) bahwa datang tukang sihir dari negeri Babil, mendemontrasikan kebolehannya dihadapan orang banyak. Ia mengikatkan tali dipelataran masjid, kemudian berjalanlah seekor gajah diatasnya. Lalu ia perlihatkan seekor himar berjalan cepat menuju kearah mulut gajah, masuklah himar tadi ke mulut gajah dan keluar lewat duburnya. Kemudian ia memenggal leher seseorang hingga putus dan kepalanya menggelinding ke tanah. Setelah itu ia berucap ; (Wahai kepala) bangunlah, serta merta menempellah kepala tadi dan ia kembali hidup. Melihat kemungkaran tersebut Jundub bin Ka’ab menghnus pedang, menghampiri kerumunan orang yang menyaksikan tukang sihir. Segeralah ia mengayunkan pedang ketukang sihir hingga melukai kepalanya, seraya beliau berseru ; Sembuhkan dirimu (namun ia tidak bisa) . (III/176-177, Tahdlib. Ibnu Asyakir III/414)

j. Salaf dan Qiyamul-Lail

Sahabat :
Dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwasannya beliau menghidupkan malam-malamnya dengan qiyamul-lail. (setelah lama) beliau bertanya kepadaku, wahai Nafi’ Apakah sudah tiba waktu Sahur, Saya menjawab : Belum, Kemudian beliau melanjutkan shalat hingga saya menjawab; Ya, sudah tiba waktu sahur. Kemudian beliau duduk, beristighfar dan berdo’a hungga datang Subuh. (III/235)

Dari Ibnu Abi Malikah berkata : Saya pernah menemui Ibnu Abbas dari Makkah ke Madinah, adalah beliau jika (tiba malam hari) beristirahat dengan qiyamul lail, jika membaca ayat

Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang kamu selalu lari dari padanya. (QS. 50:19)
selalu diulang-ulang hingga menangis sesenggukan. (III/342)



Tabi’in :
Adalah Shilah bin Asy-Syam shalat malam hingga tidak dapat kembali ketempat tidurnya. (III/497)

Adalah Zubaid bin al-Haris membagi waktu malamnya dengan tiga bagian : Bagian pertama untuk dirinya, bagian kedua untuk anaknya dan bagian ketiga untuk anaknya yang lain (Abdurrahman). Pada waktu malam dia shalat. Setelah itu dia membangunkan anaknya seraya berkata : Ayo sholat jangan malas, kemudian dia membangunkan anak yang lainnya. Katanya, bangun jangan malas. Ayo Shalat, maka shalatlah seluruh keluarganya diwaktu malam. (V/296)

Dari Malik bin Anas berkata : Adalah Sufyan bin Sulaiman shalat pada musim dingin dan musim panas diserambi rumahnya yang paling dalam. Beliau selalu bangun malam baik cuaca panas ataupun dingin. Beliau shalat malam hingga waktu subuh. Sampai-sampai jika kami melihat kedua kakinya, seperti tongkat yang kokoh karena banyaknya sholat malam. (V/365)

Tabi’ut-Tabi’in :
Dari ... Bahwa Rabi’ah selalu Shalat semalam sentuk. Bila terbit fajar beliau tidur sebentar sampai fajar menguning. Kudengar beliau berkata : Hai diri ! telah berapa lama kamu tidur, dan sampai kapan kamu akan terjaga. Aku khawatir kalau kau tidur, kau tidak terbangunkan. Tiba-tiba hari kiamat kau dibangunkan. (VIII/242)

Mufadhol menjabat Qodli dikalangan kami, do’anya selalu terkabulkan, dan walaupun lemah badannya, beliau selalu berdiri lama dalam shalatnya. (VIII/168)

k. Salaf dan al-Qur’an al-Karim

Sahabat :
Dari Jundub bin Ka’ab berkata : Kami anak-anak muda belia disisi Rasulullah saw. Kami belajar Iman sebelum mempelajari al-Qur’an, kemudian kami baru belajar al-Qur’an. Sehingga iman kami bertambah karena al-Qur’an. (Ahmad, Ibnu Majah, Thabrany, Rijalnya Tsiqqoh III/175)

Ibnu Mas’ud berkata : Kami belajar al-Qur’an dari Rasulullah saw sepuluh ayat, kami tidak menambah sepuluh ayat sesudahnya sampai kami memahami apa-apa yang ada pada sepuluh ayat pertama. Yaitu ilmu (I/490). Dalam riwayat lain ; Adalah seorang diantara kami, jika belajar sepuluh ayat, tidak menambah ayat selanjutnya sampai ia memahaminya dan beramal dengannya. (Tafsir Thobary I/35 dengan sanad hasan)

Tabi’in :
Hasan al-Bashory berkata : Wahai anak adam, Demi Allah jika kamu membaca al Qur’an lalu beriman kepadanya, kesedihanmu didunia ini akan bertambah panjang, rasa takutmu (kepada Allah) akan menghebat dan tangismu akan bertambah banyak (IV/575)

Abu ‘Aliyah berkata : Kami dulu adalah budak, diantara kami ada yang melaksanakan tugas dan ada juga yang membantu keluarganya. Kami terbiasa mengkhatamkan al-Qur’an setiap malam. Kami merasa terbebani karenanya, sehingga kami saling mengadu. Maka kami menemui para Sahabat. Mereka berpesan kepada kami agar mengkhatamkannya setiap jum’at. Akhirnya kami bisa shalat, bisa tidur dan tidak lagi merasa berat. (IV/209)

Tabi’ut Tabi’in :
Telah memberi khabar kepada kamia Muhammad ibnu Isma’il, telah menghabarkan kepada kami Husain al-Karobisyi; Pada suatu hari saya telah bermalam dirumah Syafi’i. Pada waktu dia shalat dipertiga malamnya. Maka ketika itu dia didalam shalat malamnya membaca ayat dari al-Qur’an lebih dari lima-puluh ayat atau kurang dari seratus ayat. jika ia melewati ayat yang berkenaan dengan ayat rahmat, maka dia berhenti lalu meminta kepada Allah rahmat-Nya. Dan jika ia melewati ayat tentang adzab, dia berhenti lalu berlindung dari adzab Allah. Seolah-olah dia mengumpulkan dalam dirinya antara raja’ dan khouf. (X/35)

Beberapa sahabat waki’ yang pernah bermulazamah dengannya mengatakan bahwa waki’ tidak tidur sebelum menyelesaikan bacaan Qur’annya yang sepertiga                 Qur’an setiap malamnya. Waki’ bangun diakhir malam, membaca surat-surat pendek lalu duduk dan beristighfar sampai terbit fajar. (IX/148-149)

Salam al-Khowwas berkata : Aku berkata pada diriku, Hai jiwaku,bacalah al-Qur’an. Seolah-olah kau mendengarnya dari Allah ketika Dia berkalam dengannya, maka halawah membaca akan datang. (VIII/176)

l. Salaf dan penjagaan mereka akan lisan dan perkataan.

Tabi’in :
Ibnul Kiwa’ menemui ar-Rabi’ bin Khutsaim, bertanya : Tunjukkanlah kepadaku siapakah yang lebih utama dari anda ? Ia menjawab, Ya, baiklah. Siapa saja yang ucapannya adalah dzikir, diamnya adalah berfikir,dan perjalanannya adalah tadabbur, maka ia lebih baik dariku. (IV/261)

Dari Muslim bin Ziyad berkata : Adalah Abdullah bin bin Abi Zakariya hampir-hampir tidak berbicara kecuali jika ia ditanya oleh seseorang dan dia seorang yang murah senyum dari kebanyakan manusia pada zamannya. (V/287)

Berkata : Al Auza’i ;Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada kami, dimana tidak seorangpun yang hafal kecuali aku dan Makhul, bunyinya : Kemudian dari pada itu, sesungguhnya orang yang banyak mengingat mati, maka dia akan ridha dengan kehidupannya didunia ini. Dan dia mengambinya sekedarnya saja. Dan sebaik-baik orang adalah yang sedikit perkataannya tapi amal perbuatannya melebihinya. Kecuali perkataan yang berguna bagi dirinya dan kehidupan didalamnya. (V/133)

Al-Hasan bin Shalih berkata : Saya meneliti sifat wara’, maka saya dapatkan bahwa wara’ yang paling langka adalah wara’ dalam lisan (perkataan) (VII/368)

Fudhoil  bin ‘Iyadl berkata : Bukanlah haji, bukanlah jihad dan bukan pula ribath yang lebih berat untuk menahannya akan tetapi adalah lesan yang ada pada setiap manusia. Kalaulah kamu tahu betapa beratnya (susah) menahan lesan kamu, niscaya kamu pasti akan memenjarakan lesan kamu. Sehingga kamu menjadi muslim yang baik. Dan tidaklah salah seorang dari kamu menemui sesuatu yang lebih susah untuk menjaganya kecuali lesan . (Hilyatul Auliya’ VIII/110)

Tabi’ut-Tabi’in :
Imam al-Auza’i berkata : Siapa yang banyak mengingat mati maka ia akan merasa kecukupan dengan sedikit dunia (yang ia dapatkan). Dan barang siapa yang mengetahui bahwa percakapannya adalahukuran dari kedalaman ilmunya, akan sedikit bicaranya. (VII/117)

Sa’id bin Abdul Aziz berkata : Tidak ada kebaikan dalam kehidupan kecualisalah satu dari dua jenis manusia : pendiam yang menjaga lisannya atau yang suka berbicara dengan kebajikan. (VIII/23)

Hatim al-Asham berkata ; Seandainya seorang ahli hadits duduk didepanmu, untuk menulis perkataanmu, pasti kamu sangat hati-hati (dalam berkata) darinya. Kenapa kamu tidak berhati-hati sedang perkataanmu akan diperiksa Allah swt. (Sifat IV/141)


m. Salaf dan Waktu

Tabi’in :
Dari Sufyan ast-Tsaury berkata : Adalah Amru bin Dinar membagi waktu malamnya dengan tiga bagian. Sepertiga pertama untuk tidur, sepertiga kedua untuk belajar hadits, dan sepertiga akhir untuk shalat malam. (V/304)

Tabi’ut-Tabi’in :
Telam memberi khabar kepada kami, ar-Rabi’ bin Sulaiman, katanya : Adalah Imam Syafi’i dalam waktu malamnya membagi dalam tiga bagian. Sepertiga pertama untuk menulis, sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga terakhir untuk tidur. (X/35)
Sa’id bin Abdul Ghofar berkata kepada Muhammad bin Yusuf : Berilah aku nasehat ! Beliau berkata : Jika engkau mempu menjadikan waktumu sebagai milikmu yang paling mahal, maka lakukanlah ! (Sifat IV/77)

n. Salaf dan penjagaan mereka terhadap shalat.

Sahabat :
Dari Amru bin Dinar berkata : Adalah Ibnu Umar Shalat diatas batu, tiba-tiba ada sebuah menjanikmusuh melesat mengenai baju beliau. Beliau tidak menoleh sedikitpun walau lawan telah mengepung beliau (III/369)

Dari Amar bin Qois dari ibunya bahwasanya beliau berkunjung kerumah Ibnu Zubair, Tatkala beliau shalat, tiba-tiba ada seekor ular menjatuhi Hisyam anaknya. Ornag-orang berteriak, Ada Ular-ada ular. Lalu dibuanglah ular tadi, dan beliaupun tidak membatalkan shalatnya. (III/370)

Berkata Adi bin Hatim ra : Tidak ada iqomat shalat ditegakkan sejak keislaman saya, kecuali saya telah berwudlu. (III/164)

Tabi’in :
Berkata Rabi’ah bin Yazid ; Tidaklah seorang muadzin mengumandangkan adzan dzuhur sejak empat puluh tahun, kecuali aku telah berada didalam masjid. kecuali bila aku sedang sakit atau bepergian. (V/230)

Tabi’ut Tabi’in :
Ahmad bin Sinan berkata : Aku melihat, jika waki’ berdiri dalam shalat,tidaklah muncul satu gerakan pada dirinya (selain gerakan sholat). (IX/157)

Amru bin ‘Aun berkata : Aku tidak pernah sholat (bermakmum) dibelakang ibnu Abdillah, kecuali kudengar tetesan air-matanya jatuh diatas tikar. (VIII/288)

o. Salaf dan Dzikrul Maut

Tabi’in :
Berkata Bilal bin Sa’ad, Wahai sekalian hamba-hamba Allah yang bertaqwa, sesungguhnya kalian tidak akan terhindar dari kehancuran dan sesungguhnya kalian akan bergilir menemuhinya. Berpindah dari suatu ruangan yang satu keruangan yang lainnya sebagaimana kalian dulu dari air mani berpindah menuju kedalam rahim. Dari rahim menuju kedunia, dari dunia menuju ke alam kubur dari alam kubur menuju kealam perhitungan (hisab) dan dari tempat itu menuju kealam yang kekal abadi, apakah itu Jannah atau Neraka. (V/91)

Dari Maimun bin Mihran, adalah Umar bin Abdul Aziz setiap malam mengumpulkan para fuqoha’, mereka saling bermudzakarah tentang mati, hari kiamat, dan hari akhirat. Sehingga mereka kemudian menangis. Dikatakan, Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepada seseorang yang berbunyi ; Sesungguhnya jika kamu merasakan benar-benar untuk mengingat mati baik diwaktu malam maupun siang, sungguhlah akan tunduk setiap yang tidak berguna bagi kamu. (meninggalkannya) Dan kamu pasti akan mencintai setiap yang bermanfaat bagi kamu. Wassalam. (V/134)


Dari Abi Qobil bahwasanya Umar bin Abdul Aziz menangis, dan beliau masih muda belia. Tatkala ibunya mendapatinya menangis, ia bertanya : Anakku, apa yang menyebabkan engkau menangis, beliau menjawab : Saya ingat mati, Serta merta ibunya menangis juga. (Al-Bidayah : IX/  ) Dan adalah beliau jika ingat kematian, bergetarlah anggota badannya. Pernah ada seorang membaca ayat  (al-Furqon : 13) dihadapan beliau, beliau menangus keras hingga berdiri dan beranjak kerumah beliau.

Tabi’ut Tabi’in :
Abdullah bin al-Mubarak berkata : Adalah Muhammad bin an-Nadlr bila mengingat akan maut, seluruh persendiannya gemetar. (VIII/157)


p. Salaf dan keseimbangan mereka antara tawa dan canda.

Shohabiyah :
Dari Ibrahim, Saudah ummul mukminin berkata : Ya Rasulullah, pada malam tadi saya ikut shalat dibelakangmu, akupun ikut ruku’. Tapi kututup hidungku, aku takut darah menetes darinya (karena lamanya ruku’). Maka Rasulullah tertawa. Begitulah kadang-kadang beliau (Saudah) sengaja membuat Rasulullah saw tertawa dengan sesuatu. (II/268)

Tabi’in :
Qobisah berkata : Sufyan ats-Tsaury adalah orang yang suka bercanda, maka saya berada dibelakangnya karena takut terkena getahnya. (VII/275)

Berkata Muhammad bin an-Nu’man bin Abdus-Salam : Belum pernah terlihat olehku Yahya bin Himad dalam kesehariannya tertawa sekalipun. Adz-Dzahaby berkata : Beliau lebih banya tersenyum karena tersenyum adalah lebih afdhal. (X/146)

q. Salaf dan fitnah perempuan.

Tabi’in :  :
Al-Ahnaf berkata : Jauhkanlah penyebutan wanita dan makanan dari majlis-majlis kita. Sesungguhnya aku adalah orang yang paling benci menjadi orang yang disifati untuk kemaluan dan perutnya.(IV/  )
Sa’id bin Musayyib berkata : Tidaklah aku takutkan sesuatu akan diriku melebihi rasa takutku kepada wanita. Orang-orang berkata, wahai Abu Muhammad, Sesungguhnya orang sepertimu ini tidaklah menginginkan wanita dan tidak diinginkan oleh wanita. Sa’id berkata : Inilah kenyataan yang aku sampaikan kepada kalian. Saat itu Sa’id telah renta dan kabur penglihatannya. (IV/241)

r. Salaf dan rasa takut mereka menjadi terkenal.

Tabi’in :
Sufyan ats-Tsaury berkata, Hendaklah engkau menjauhi syuhrah (terkenal). Tidaklah aku menemuhi seorang syaikh kecuali selalu melarangku darinya. (VII/260)

Ibrahim bin Adham berkata : Seorang hamba belumlah bersikap sidiq terhadap Allah jika ia menyukai syuhrah. (VII/393)

Tabi’ut Tabi’in :
Ibnu Mubarak bertanya kepada Ibnu Idris : Saya ingin pergi keperbatasan. (jihad), tunjukkan kepadaku orang yang paling afdhal disana. Ia berkata : Hendaklah engkau menemui Muhammad bin Yusuf al-Asbahany. Aku bertanya : Dimana tempat tinggalnya ? Ia bertanya . Di Mashiroh dekat pantai. Maka Abdullah bin Mubarak pergi ke Mashiroh dan bertanya tentang Muhammad bin Yusuf. Sedang manusia tidak ada yang mengetahuinya. Ibnu Mubarak berkata : Kelebihan anda adalah anda tidak dikenal orang. (Sifat IV/76-77)
Dari Muhammad bin al-Munkadir berkata ; Aku memilih sebuah tiang khusus di masjid Rasulullah shallallah ‘alihi wa-sallam yang biasanya aku duduk dan shalat malam di dekatnya. Ketika penduduk Madinah dilanda kemarau panjang, mereka ramai-ramai melakukan Istisqo’, tetapi hujan tak kunjung datang. Disuatu malam seusai menunaikan shalat Isya’ aku bersandar pada tiang pilihanku, tiba-tiba datang seorang berkulit hitam menuju ke tempat aku bersandar. Ia di sisi depan dan aku di sebaliknya. Dia shalat dua raka’at lalu duduk dan berdo’a, “Duhai Rabbku, penduduk kota Nabi-Mu telah keluar untuk meminta hujan tetapi Engkau belum mengabulkannya. Maka, aku bersumpah pada-Mu agar Engkau menurunkannya.” Aku bergumam, “Orang gila.”
Tetapi belum sempat dia meletakkan tangannya kudengar suara bergemuruh dan turunlah hujan yang membuatku ingin pulang. Tatkala mendengar suara hujan orang itu memuji Allah ‘Azza wa-Jalla dengan pujian yang belum pernah kudengar sama sekali. Lalu dia berdiri shalat. Menjelang Shubuh, barulah ia sujud , lalu berwitir dan shalat fajar. Kemudian terdengar iqomah, maka ia pun berdiri dan melaksanakan shalat bersama orang banyak. Demikian juga aku. Setelah imam salam ia keluar dan aku ikuti. Sesampai di pintu masjid ia keluar sambil mengangkat kainnya agar tidak basah. Aku mengikutinya, tetapi karena aku  sibuk dengan bajuku agar tidak basah aku tidak tahu kemana ia pergi.
Di malam berikutnya kutunggu dia di tiang yang sama. Dan ia pun datang, berdiri shalat sampai menjelang Shubuh. Lalu sujud, melaksanakan shalat Witir, shalat fajar dan shalat Shubuh. Setelah imam salam, ia keluar dan aku mengikutinya sampai ia memasuki sebuah rumah. Lalu aku kembali ke Masjid. Ketika matahari sudah tinggi, aku melaksanakah shalat (Dluha) lalu pergi menemui orang itu. Ternyata orang itu adalah tukang sepatu. Tatkala melihatku ia mengenaliku dan berseru, “Wahai Abu Abdullah, adakah yang bisa saya bantu?” Lalu aku duduk dan kukatakan, “Bukankah Anda yang bersamaku kemarin malam?” Mendengar itu berubahlah rona wajahnya dan berkata dengan suara yang keras, “Wahai Ibnu al-Munkadir, apa urusanmu!?”  Dia marah dan aku pun ingin segera berlalu darinya.
Di malam ketiga, setelah shalat Isya’, kembali aku bersandar pada tiang khususku untuk menunggunya. Tetapi ia tidak datang. Kukatakan pada diriku sendiri, “Inna lillah... Apa yang telah aku perbuat?” Katika datang waktu Shubuh, aku duduk di masjid sampai  matahari terbit. Kemudian aku keluar untuk mendatangi rumahnya. Aku dapati pintu rumahnya terbuka dan tidak kudapatkan seorang pun di dalamnya. Tetangga-tetangganya bertanya kepadaku, “Wahai Abu Abdullah, apa yang terjadi antara tukang sepatu itu dan Anda?”  Aku ganti bertanya, “Apa yang terjadi?” Mereka menjawab, “Setelah kepergianmu kemarin, orang  itu menghamparkan kainnya dan tidak meninggalkan satu barang pun kecuali ia bungkus dengannya. Lalu ia keluar dan kami tidak tahu ke mana ia pergi. Ibnu al-Munkadir berkata, ”Tidak aku tinggalkan sebuah rumah pun di Madinah kecuali aku cari di sana dan aku tidak menemukannya. Semoga Allah merahmatinya.” [1]



s. Salaf dan Jihad fie Sabilillah

Sahabat :
Dari Ibnu Abdil Barr, meriwayatkan dari Anas, Abu Tolhah ketika membaca ayat :
beliau berkata pada putra-putranya, Kami dulu dipanggil Allah untuk berjihad‏‏‏‏‏‏ baik dari kalangan tua atau yang muda. Karena itu siapkanlah perbekalanku agar aku dapat berjihad. Putra-putranya berkata, wahai ayahku, sebenarnya anda dahulu telah berjuang selama masa hidup Rasulullah saw dan kedua Kholifahnya. Sedangkan kini anda telah lanjut usia. Karena itu biarkan kami yang berjihad untuk menggantikan anda. Abu Tolhah berkata : Tidak, aku harus berjihad untuk memenuhi panggilan Allah. Setelah itu beliau pergi berjihad. Akhirnya beliau wafat diatas kapal. Dan akhirnya untuk menguburkan jenazahnya menunggu sampai 7 hari untuk sampai tiba disatu pulau, namun jasadnya tidak berubah. lalu dikubur disana.  (Al-Isti’ab I/550- Hayatus Sahabah Siyar II/34)

Ibnu Ishak meriwayatkan dari Ibnu Yamin an-Nadlory ; dia bertemua dengan Aba Laila dan Abdullah bin Mugoffal, keduanya sedang menangis. ketika ditanya apa yang menyebabkan kalian menangis, jawab mereka, kami datang kepada Nabi untuk membekali keberangkatan kami dalam berjihad bersama beliau. Beliau tidak punya bekal dan kami juga tidak punya sesuatu yang kuat membawa kami untuk keluar bersamanya. Kemudian ada seseorang yang memberikan kepada mereka tunggangan dan korma sehingga mereka dapat berangkat bersama Nabi SAW. (Al Bidayah V/6)

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Sya’by, Pada perang Uhud seorang wanita memberi sebuah pedang kepada putranya yang masih kecil. Sedang anak tersebut belum kuat mengangkat pedang, karena itu Ibunya tersebut mengikat pedang tersebut pada lengan anaknya. Setelah itu anak tersebut diserahkan kepada Nabi saw untuk ikut berjihad bersama beliau. Nabi memerintahkan anak itu untuk memukulkan pedangnya kesana-kemari. Nabi mengetahui bahwa anak kecil tersebut terluka. Beliau bertanya, apakah kamu menyesal akan lukmu itu ? Anak kecil tersebut menjawab : Tidak aku tidak menyesal. (Hayatus Sahabah    Kanzul Ummal V/277)

Ibnu Hibban berkata : Ummu Imarah cedera dengan sebelas luka, tangannya terputus pada peperangan Yamamah. Ketika kembali ke Madinah beliau masih dalam keadaan terluka. Hubaib bin Zaid bin Asyim, anaknya terbunuh oleh sipembohong Musailamah. Adapun anaknya yang lain Abdullah bin Zaid telah berhasil menebas Musailamah dengan pedangnya. Beliau meninggal pada tragedi Hurrah, (II/283)

Ibnu Ummi Maktum (Yang buta) ikut bwrjuhad dalam perang  Qodisiyah, ia berkata : Berikan bendera perang kepadaku, karena saya seorang yang buta hingga tidak akan lari, dan tempatkanlah aku diantara dua barisan perang. (I/364)

Ibnu Umar berkata : Kami mendapatkan Ja’far bin Abi Thalib ra (setelah selesai) perang Muktah terdapat lebih dari 90 tusukan (tombak,pedang) dan lemparan (panah). Seluruh luka itu terdapat dibagian depan dari tubuhnya. (I/210, Bukhary 4261)

Tabi’in :
Bahwasannya Silah bin Asyam berada dalam medan perang bersama anaknya. Ia berkata pada anaknya : Wahai anakku, majulah, perangilah lawan hingga saya               . Maka majulah ia, berperang dengan gigih hingga terbunuh. Kemudian gantilah Shilah yang maju dan terbunuh juga.. Mengetahui hal itu berkumpullah wanita mukminah menemui istri Shilah, Mu’adzah. Ia berujar : selamat datang wahai para muslimah, jika kedatangan anda ini untuk mengucapkan selamat (atas syahidnya anak dan suamiku) Namun jika kedatangan anda bukan untuk itu akan lebih baik jika kalian pergi. (Rijalnya Tsiqoh 498, Ibnu Salad 7/137)



t. Salaf dan pergaulan.

Sahabat :
Bahwasannya Abu Hurairah bila merasa terberatkan oleh seseorang, beliau berkata : Ya Allah, maafkan dia dan legakanlah jiwa kami darinya. (II/6-7)

Tabi’in :
Al-Ahnaf (Dhohhak) bin Qois berkata : Ada tiga hal dalam diriku yang tidak aku sebutkan kecuali untuk orang yang mau mengambil pelajaran. Aku tidak pernah mendatangi pintu sultan kecuali jika aku dipanggil. Aku tidak pernah mencampuru urusan urusan dua orang, sehingga aku disertakan. Dan aku tidak pernah menyebut seseorang setelah ia berlalu dariku kecuali tentang kebaikan(nya). (IV/   )

Ali bin al-Husain berkata : Aku benar-benar malu kepada Allah, bahwa aku melihat salah seorang dari saudara-saudaraku. Lalu aku mintakan kepada Allah Jannah untuknya, tetapi aku bakhil kepadanya dalam urusan dunia. Aku malu jika besok ditanya : Kalau seandainya jannah itu ditanganmu, tentulah kamu akan sangat bakhil. (IV/394)

Raja’ bin Haywah berkata : Barang siapa tidak bersaudara kecuali dengan orang yang tidak mempunyai aib, sedikitlah temannya. Barang siapa tidak ridha terhadap temannya, kecuali dengan ikhlas padanya, berkepanjanganlah amarahnya. Barang siapa mencela saudaranya atas segala kesalahan, akan banyak musuhnya.

Dari Utsman bin Waqid berkata : Telah bertanya seseorang kepada Ibnul Munkadir, Apakah yang lebih engkau cintai dari seluruh isi dunia ini ? Jawab beliau : Memuliakan (mendahulukan) ikhwan sesama muslim. (V/356)

Tabi’it Tabi’in :
Berkata al-Hasan : Saya menemani Ibnul Mubarak dalam safar dari Khurasan sampai Baghdad. Dan saya tidak pernah mendapatkannya makan sesuatu sendirian. (IV/122)

u. Salaf dan sikap mereka terhadap penguasa (sulthan)

Tabi’in :
Atho’ bin Ribah masuk ketempat Abdul Malik, sedang dikala itu dia sedang duduk diatas permadani. Ketika itu dia berkunjung ke Makkah dalam rangka menziarahi kekasih tuhannya. Maka tatkala Abdul Malik melihatnya, dia berdiri untuk menyambut kedatangan beliau dengan mengucapkan salam kepada beliau lalu dia mempersilahkan beliau untuk duduk bersama diatas permadani tersebut. Abdul Malik berkata : Wahai Abu Muhammad, adakah keperluan anda kemari ? Jawab beliau, Wahai amirul mukminin, Bertakwalah kamu dari masalah yang diharamkan oleh RasulNya, karena itu berjanjilah kamu untuk mengembalikan citra baik kekhalifahanmu. Bertakwalah kamu dari anak-anak keturunan sahabat Muhajirin dan Anshar karena sesungguhnya kedudukan kamu sekarang ini, tidak lepas dari perjuangan mereka. Bertakwalah kamu dari pemecah belah Islam ini, karena sesungguhnya mereka menghinakan kaum muslimin dan menghalangi urusan-urusan mereka. maka Ingatlah, bahwa kamu akan mempertanggung jawabkan semua ini dihadapan Allah. Dan bertakwalah kamu atas beban yang kamu pikul itu dan janganlah kamu lupa akan tanggung jawab yang kamu pegang serta janganlah engkau abaikan rakyat hingga merana. Maka Abdul Malik berkata : Saya akan melaksanakannya. Kemudian beliau duduk setelah itu dia berdiri dan memegang beliau lalu berkata : Wahai Abu Muhammad ! Sesungguhnya kami hanya melaksanakan, lalu apa yang paling baik atas keperluan kamu ? beliau berkata : Sesungguhnya, saya ini hanyalah manusia yang diciptakan yang saling membutuhkan, dan akan diminta pertanggung jawaban. Kemudian beliau keluar, maka Abdul Malik berkata : Dia dan bapaknya adalah orang mulia dan terpuji. (V/84-85)

Ketika khalifah al-Mahdi sedang haji, ia masuk ke masjid Nabawy. Dan tidak seorangpun yang ada di masjid kecuali berdiri Ibnu Abi Dzi’bin. Musayyib bin Zuhair berkata : Hai, berdiri ! Ini Amirul Mukminin. Ibnu Abi Dzi’bin berkata : Manusia hanya pantas berdiri kepada Rabb semesta Alam. Maka al-Mahdy berkata : Biarkan dia, karena sesungguhnya telah berdiri seluruh bulu kudukku. (VII/143)

Sufyan ats-Tsauri berkata : Saya dibawa masuk kepada khalifah al-Mahdy di Mina (waktu haji), lalu saya mengucapkan salam kepadanya. Ia berkata : Wahai Sufyan, kami telah lama mencarimu tapi tidak kami dapatkan. Al-hamdulillah engkau telah hadir disini, katakan kepadaku apa hajat kamu. Aku menjawab : Dunia ini penuh dengan kedholiman dan kesewenang-wenangan, maka hendaklah engkau takut kepada Allah. Ia menundukkan kepalanya, dan berkata : Bagaimana pendapatmu jika aku tidak mampu menyelesaikannya ? Tsaury berkata : Berikan urusan ini kepada selainmu. Ia kembali menundukkan kepalanya dan berkata : Katanku kepadamu hajatmu ! Aku berkata : Anak-anak para Muhajirin dan Anshar dan Tabi’in berkumpul didepan pintu. Takutlah anda kepada Allah dan penuhilah hak-hak mereka. Ia kembali menundukkan kepalanya dan berkata : Wahai, katakanlah kepadaku apa hajatmu ! Aku menjawab : Apa yang mesti aku katakan ? Telah menceritakan kepadaku Isma’il bin Abi Khalid, bahwa Umar bin Khattab pergi berhaji, ketika pembantunya bertanya; Berapakah biayanya ? Beliau menjawab : Tidak sampai 20 dinar. Sedangkan disini kudapatkan hal-hal yang sangat (berlebihan) yang gunungpun tidak akan sanggup memikulnya. (VII/264-265)
Dalam satu riwayat, al-Mahdy berkata :Apakah engkau menginginkan agar aku bersikap sepertimu, Aku menjawab : Tidak, akan tetapi hendaklah lebih rendah dari keadaan anda dan lebih tinggi dari keadaan saya. (VII/263)

Tabi’ut-Tabi’in :
Berkata as-Syuly, Tatkala kholifah al-Makmun berada di Khurasan, orang-orang berbaiat kepada Ahmad bin Nasr al-Khoza’i dan Sahl bin Salamah untuk beramar makruf nahi munkar. Namun tatkala al-Makmun kembali ke Khurasan, Sahl bin Salamah malah berbaiat kepada al-Makmun. Adapun Ahmad bin Nasr dan orang-orang yang setia kepada beliau tetap konsisten beramar ma’ruf nahi munkar, hingga akhir dari masa khalifah al-Watsiq. Hingga suatu saat terdengarlah aktifitas mereka ke telinga Ishak bin Ibrahim, kaki tangan al-Watsiq. Lalu, Ahmad bin Nasr bersama jama’ahnya dihadapkan ke Al-Watsiq. Duduklah al-Watsiq dihadapan Ahmad bin Nasr dan jama’ahnya, ia berkata : Hai Ahmad, Apa yang kau katakan tentang al-Qur’an,? beliau menjawab : Al-Qur’an adalah kalamullah. al-Watsiq kembali berkata, Apakah al-Qur’an itu makhluk ?, Tidak, ia kalamullah, jawab Ahmad bin Nasr tegas. Apakah kamu juga berpendapat bahwa Allah swt dapat dilihat di hari Kiamat. Ya, sebagaimana terdapat dalam banyak riwayat. Celaka kamu, apakah kamu kira bahwa Allah itu bisa dilihat sebagaimana bisa dilihatnya sesuatu yang terbatas dan tergambar, menempati ruang dan terlihat jelas ? Saya mengingkari pendapatmu, jawab al-Watsiq geram, Lalu ia berkata pada orang-orangnya, Menurut kalian hukuman apa yang pantas untuknya ?. Berkata seorang qodli yang berada disisi barat, Darahnya halal! jawanya, dan hal itu disetujui para fuqoha’ al-Watsiq. Akan tetapi Ahmad bin Abi Duwad menyatakan keberatannya, ia berkata : Dia orang tua yang sombong dan gila, lebih baik diakhirkan saja. Al Watsiq berkata : Saya tidak melihat kecuali harus ditegakkan hukuman baginya, karena kekafirannya tan i’tiqodnya yang menyimpang, serta karena ia telah memprovokasi banyak orang. Rencanaku sudah matang untuk menghukum seorang ‘kafir’ ini. Kemudian al-Watsiq berdiri, lalu memenggal kepala Ahmad bin Nasr, setelah para pembantunya menarik kepala beliau dan mengikatnya dengan tali. Setelah kesahidan beliau, orang-orang yang setia kepada al-Haq dipenjarakan al-Watsiq. Berkata Ja’far bin Muhammad as-Shoigh : Saya menyaksikan syahidnya Ahmad bin Nasr dan saya melihat kepala beliau mengucapkan : Laailahaillallah. Setelah itu kepala beliau rahimahullah, digantingkan disisi timur (istana al-Watsiq), dan ditempel ditelinganya secarik kertas berbunyi : Ini adalah kepada Ahmad bin Nasr. Ia telah diajak khalifah untuk mengakui bahwa al-Qur’an adalah makhluk dan menafikan pen-tasybihan Allah (maksudnya, I’tiqod mereka bahwa Allah tidak bisa di lihat di akhirat), namun ia malah menolak dan menentang. Semoga Allah mencampakkannya di-nerakaNya !! (XI/167-168)

v. Salaf dan sikap mereka terhadap Ulama’:

Sahabat :
Ibnu Mas’ud ra melihat seseorang yang isbal (memanjangkan kain dibawah mata kaki), beliau berkata : Angkatlah kainmu, ! Orang tadi berkata : Engkau juga wahai Ibnu Mas’ud. Beliau menjawab : Betisku kecil, sedangkan aku mengimami shalat. Ketika berita itu sampai kepada kholifah Umar ra beliau memukul orang tadi dan berkata : Apakah engkau akan membantah (ngeyel) terhadap Ibnu Mas’ud ? (I/492-Perowinya Tsiqqoh)


w. Salaf dan Iffah/Izzah

Sahabat :
Dari Nafi’ bahwasannya al Mukhtar bin Abi Ubaid memberi Ibnu Umar uang, beliau terima dan berkata : Sungguh saya tidak mau meminta sesuatu kepada seseorang, akan tetapi saya tidak akan menolak rizki yang Allah berikan kepadaku. (Rijalnya shahih III/220, Ibnu Sa’ad IV/150)

Dari Ibnu al-Aliyah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : Siapakah diantara kalian yang mau menjamin untuk saya yaitu agar ia tidak meminta sesuatu dari orang lain. Dan (sebagai balasan) saya akan menjaminnya dengan jannah. ? Serta-merta berkatalah Tsauban maula Rasulullah saw; Saya ya Rasulullah.  Dan adalah beliau tidak pernah meminta-sesuatu kepada orang lain setelah itu. (Abu Dawud, Ibnu Majah. Al-Mundziri berkata : Isnadnya sahih. III/18).

Tabi’in :
Sufyan ats-Tsaury berkata : Saya lebih suka memiliki uang 10.000 dirham lalu Allah akan menanyaiku tentangnya (pada hari kiamat), dari pada (saya tidak memiliki sesuatu kemudian) meminta-minta pada manusia. (VI/241).

x. Sikap Salaf terhadap orang yang salah.

Sahabat :
Dari Sa’id bin Al Musayyib, Bahwasannya telah terjadi perselisihan antara Thalhah ra dan Ibnu Auf ra. Kemudian Thalhah ra sakit dan Abdurrhman menjenguknya. Thalhak berkata : Demi Allah ya akhi, Engkau lebih baik dari padaku. Abdurrahman menjawab : Janganlah engkau ucapkan hal itu akhi, ! Talhah berkata : Tidak, demi Allah karena jika engkau sakit, saya (berniat) tidak akan menjengukmu. (I/89-90)

Tabi’in
Abdurrazaq berkata : Adalah hamba sahaya perempuan Ali bin al-Husain (Ali Zainal Abidin) menuangkan air wudlu kepada beliau, tiba-tiba jatuhlah ceret tempat air dari tangannya dan menjatuhi wajah Ali bin al-Husain hingga terluka. Lalu ia menatap hamba sahayanya. mersa bersalah ia lantas berkata : Sesungguhnya Allah berfirman : والكاذمين الغيظ  (Dan orang yang menahan amarahnya). Ali menjawab : Aku telah menahan amarahku. Hamba sahaya berkata lagi : والعافين عن الناس (Dan orang-orang yang memberikan maafnya), Ali menimpali ; Allah telah memaafkan kamu. Ia berkata lagi : والله يحب المحسنين  ( Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Ali membalas : Engkau telah kubebaskan karena Allah swt. (Al-Bidayah IX/112)

y. Salaf dan sikap mereka dalam ikhtilaf.

Tabi’in :
Al-A’masy berkata : Aku telah bertemu dengan syaikh-syaikh kita ; Zirr dan Abu Wa’i. Diantara mereka ada yang lebih cinta kepada Utsman daripada kepada Ali RA dan sebaliknya. Akan tetapi mereka saling cinta dan mengasihi. (IV/169)

Ashim berkata : Abu Wa’il adalah seorang yang condong kepada Utsman, sedangkan Zirr bin Hubaisy adalah seorang yang condong kepada Ali Ra. Aku tidak pernah mendapati salah seorang dari keduanya membicarakan kejelekan yang lain sama sekali, sampai keduanya wafat. Adalah Zirr lebih tua dari pada Abu Wa’il. Apabila keduanya berada dalam satu majlis, Abu Wa’il selalu diam,-beradap kepada Zirr karena umurnya (IV/168)

Tabi’ut Tabi’in :
Malik berkata : al-Mahdy berkata kepadaku : Wahai Abu Abdillah, tetapkanlah sebuah kitab yang nanti kuperintahkan seluruh rakyat untuk melaksanakan ketentuan kitab itu saja Beliau berkata : Hai Amirul Mukminin, jangan anda lakukan itu ! Sesungguhnya manusia sudah memegang dengan macam-macam pendapat. Mereka mendengar hadits yang bermacam-macam dan meriwayatkan dengan riwayat-riwayat yang berbeda. Lalu seiap kaum akan memegang dengan yang telah sampai kepada mereka. Mereka memilih dan memegang pendapat tersebut dari ikhtilaf yang terjadi dikalangan sahabat, dan dikalangan lain (setelah mereka). Sungguh sangat sukar untuk mengubah sesuatu yang sudah mereka yakini. Biarkanlah penduduk sebuah negeri dengan pendapat yang mereka pilih. Beliau berkata ; Demi umurku, kalau seandainya nada setuju dengan rencanaku tadi, aku pasti akan melakukannya. (VIII/72)

Seorang ahli Ibadah Abdullah al-Umary menulis surat kepada Malik, beliau mendorong Imam Malik untuk ‘Uzlah dan beramal (ibadah). Maka malik menulis surat balasan kepadanya : Sesungguhnya Allah telah membagi-bagi  amal sebagaimana Dia membagi-bagi rizki. Betapa banyak orang yang telah Allah bukakan baginya pintu amal didalam shalat, tanpa Allah bukakan didalam shaum. Ada yang Allah bukakan baginya pintu amal didalam shodaqoh, tanpa Allah bukakan didalam shaum. Dan ada juga yang Allah bukakan didalam jihad. Sedangkan menyebarkan ilmu termasuk amalan-amalan yang afdhal, dan aku telah ridha untuk dibukakan didalamnya. Akupun tidak menganggap telah dibukakan kepadaku lebih rendah dibanding yang dibukakan kepada anda. Aku berharap kita berada didalam kebaikan masing-masing. (VIII/102)

z. Salaf dan sikap mereka terhadap Amir

Sahabat :
Dari Ibnu Buraidah, berkata Umar bin Khottob kepada Abu Bakar ra. (dalam peperangan dzatus Salasil yang dipimpin Amru bin Ash) Amru bin Ash telah melarang anak buahnya agar tidak menyalakan api, padahal mereka kedinginan. Apakah anda tidak melihat bahwa larangan dia itu dapat membahayakan anak buahnya ? Abu Bakar menjawab : Biarkanlah dia, bukankah dia diangkat oleh Rasulullah saw untuk membawahi kita karena kehebatan ilmu perangnya ? (III/67-Ibnu Asakir 13/254)

Abu Dzar dan Utsman berdialog, suara mereka sampai mengeras. lalu Abu Dzar beranjak pergi dengan berseri-seri. Orang-orang heran, dan bertanya kepadanya : Apa yang terjadi antara anda dan amirul Mukminin ? Beliau menjawab : Saya siap mendengar dan tha’at, walaupun Amirul Mukminin memutuskan agar saya pergi ke Shan’a, atau ‘adn... (II/71)

aa. Salaf dan Pertimbangan mereka terhadap kondisi (Waqi’)

Sahabat :
Ibnu Mas’ud berkata : Tidaklah seseorang berbicara kepada sebuah kaum dengan sesuatu yang tidak terjangkau pengetahuan mereka, kecuali akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka. (Al-Fath I/199)

Utsman ra berkata kepada Abu Dzar : Aku lebih tenang untuk menjadikanmu berada bersama teman-temanmu. Aku khawatir bila kamu bersama orang-orang bodoh. (II/69)

Dari Qoisy berkata, Rasulullah saw mengangkat Amru bin Ash sebagai pimpinan pasukan Dzatu Tsalatsil. Tatkala pasukan diterpa cuaca dingin yang sangat, Amru bin Ash malah berkata : Jangan ada yang menghidupkan api penghangat. Tatkala pasukan sudah kembali ke Madinah, mereka mengadukan perihal tersebut kepada Rasulullah saw. (setelah ditanya Rasululullah saw) Amru bin Ash pun menjelaskan, Wahai Nabi Allah, karena kekuatan kita yang sdikit, saya takut musuh melihat (jumlah dan tempat) kita disebabkan karena adanya api yang menyala (makanya saya melarang mereka menyalakan api). Dan saya juga melarang mereka menguntit musuh, karena saya takut kalau-kalau ada penyergapan rahasia dari mereka. Mendengar jawaban Amru Rasulu pun salut atas kecerdikannya (XIII/254)

Tabi’in :
Muhammad bin Sirin berkata : Telah berlalu suatu masa, Isnad hadits tidak pernah dipermasalahkan. Maka ketika terjadi fitnah, ditanyakanlah tentang isnad hadits. Dilihat, jika dalam isnad itu ada ahlul bid’ahnya, maka hadits itu di tinggal (IV/613)

Tabi’ut Tabi’in :
Bila Imam Muslim bermajlis dengan Imam Ahmad bin Hanbal, beliau hanya mendirikan shalat fardlu ‘ain saja, meninggalkan shalat-shalat sunnah agar waktu cukup untuk bermudzakarah dengan muslim (Al-Bidayah VIII/40)

al-Hakim, saya telah mendengar Abal Hasan al-Karizy, saya telah mendengar Ubaid berkata : Orang-orang yang mengikuti sunnah pada waktu sekarang ini seperti dia memegang bara api, adalah lebih afdhal dari pada berjihad dengan pedangnya di jalan Allah. (X/499)

-Wallahu A’lam bish-showab-



[1]  Shifah, II/190-192

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar