Translate

Monday 1 February 2016

HARGA SECAWAN AIR

Khalifah Harun A.R. Rasyid terkenal dengan kebijakan dan kerendahan hatinya. Ia tidak hanya adil kepada kawan tetapi juga bijak kepada lawan. Dalam berbagai urusan Pemerintahan dan Kemasyarakatan, ia selalu bertanya pada para ahlinya. Selain dekat dengan bawahannya ia juga akrab dengan para ulama, tidak jarang ia meminta nasihat kepada mereka bukan sebagai pemimpin negara tetapi sebagai murid.

Pada suatu hari ia bertanya pada seorang ulama yang sudah diangkat sebagai penasehatnya, “Wahai guru, sudah banyak saran yang saya terima telah banyak peringatan yang saya dengar, namun saya belum mendapat sedikit pun nasihat dari anda rasanya saya belum puas kalau belum diberi nasihat.” Ujar Haru Ar Rasyid.

Sambil senyum sang ulama berkata, “Bolehkah saya meminta dua cawan air putih, secawan untuk tuan, secawan untuk saya. “Dengan sedikit keheranan Harun Ar Rasyid mengabulkan permintaan sang ulama. Begitu minuman tersebut  tersedia di meja, Harun Ar Rasyid dipersilahkan untuk meminumnya, namun sebelum cawan berisi air segar itu singgah di bibir khalifah, ulama tersebut  tiba-tiba mencegahnya seraya berkata, “Maaf Amirul Mukminin, seandainya tuan berada di sebuah padang pasir yang gersang, persediaan air tuan sudah habis dan diperkirakan tidak lama lagi tuan akan mati kehausan, tiba-tiba datang seorang menawarkan secawan air, apakah tuan akan menerimanya?” 

“Ya, saya akan menerimanya, dalam keadaan seperti itu separuh kerajaan akan saya berikan untuk menebus secawan air yang diberikan kepadaku.” Jawab Khafilah, “Tuan memang jujur”, ujar sang ulama, lalu mengajak menghabiskan air dalam cawan masing-masing. “Kini air telah tuan minum tanpa tersisa, namun masih ada kesulitan yang tuan alami, bagaimana seandainya air tersebut  tidak bisa keluar dari tubuh tuan?” Khalifah berdiam sejenak “Berapapun akan kubayar” ujarnya mantap. “Walaupun dengan separuh sisa kerajaan tuan” tanpa pikir lama-lama khalifah menjawab dengan tegas, “Ya, saya akan bayar walau dengan separuh kerajaan sekalian”, mendengar jawaban khafilah sang ulama menggunakan kesempatan untuk menasehatinya. 

“Wahai Amirul Mukminin ternyata harga kerajaan tuan sangat berarti di sisi Allah SWT. Seluruh kerajaan yang tuan banggakan harganya tidak lebih dari secawan air belaka. Demikianlah nilai kerajaan tuan dibandingkan kekuasaan Allah, inilah nasehat saya.” (ds)
Disaring dari berbagai sumber.

DAHSYATNYA IMING-IMING

Seorang selebriti di Jakarta mengumumkan lewat TV mencari pembantu rumah tangga dengan menjanjikan gaji Rp 10 juta. Maka belasan ribu ibu peminat mendaftarkan diri dari seluruh penjuru tanah air baik tua maupun muda, gadis maupun janda. Sekrang mari kita lihat bagaimana reaksi orang-orang islam jika membaca iming-iming dari Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa sholat ‘Isya berjama’ah (di masjid) maka seolah-olah ia sholat separuh malam dan barang siapa sholat subuh berjama’ah (di masjid) maka seolah-olah ia sholat sepanjang malam”. Bagaimana reaksi mayoritas umat islam? Apa mereka juga berbondong-bondong ke masjid seperti tertarik dengan iming-iming gaji Rp 10.000.000,- dan berbondong-bondong ke Jakarta. Ah ternyata tidak menyikapi iming-iming dari Allah dan Rasul-Nya. Mereka punya kiat sendiri ketika adzan subuh dikumandangkan, mereka menyikapi dengan 3T. “Tarik Selimit, Tutup telinga, Tidur terus.” Ini bahkan banyak dilakukan orang-orang islam yang bertetangga langsung dengan Masjid. Seandainya mereka, menyadari dan mengetahui betapa besar nilai sholat subuh dan isya berjamaah niscaya mereka datang ke masijd, meskipun dengan merangkak. (ds).

PERKUAT IMAN, CAPAI KERIDHOAN

Ketika seorang Muslim melakukan kekerasan bahkan pembunuhan pada saat itu bisa dipastikan imannya sedang goyah, jiwanya kosong karena sifat-sifat di atas tak pernah ada dalam diri orang yang beriman seorang muslim harus selalu senantiasa memperkuat keimanannya untuk mendapat keridhaan Allah SWT. Dalam mengarungi kehidupan ini, banyak halangan hambatan-hambatan maupun godaan yang kadangkala membuat putus asa, namun dibentengi dengan keimanan teguh dan kokoh niscaya segalanya dapat teratasi.

BERJAMA’AH … HARUSKAH DI MASJID?

Sebagian orang ada yang membiasakan sholat berjama’ah di rumah bersama anak dan isterinya, bahkan mereka bangga dengan amalannya.

Ketahuilah bahwa sholat berjama’ah seperti itu menyalahi sunnah Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu Rasulullah pernah mengancam untuk membakar rumah pria yang kedapatan tidak sholat di masjid tanpa perlu ditanya, apakah pria itu di rumah berjama’ah dengan istrinya atau tidak.

“Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya aku sangat berkeinginan untuk menyuruh orang mengumpulkan kayu bakar lalu dinyalakan, lalu aku perintahkan untuk sholat maka diserukan adzan, lalu aku perintahkan orang untuk mengimami jama’ah, lalu aku datang lambat untuk mencari pria-pria (yang tidak ke masjid) untuk aku bakar rumah-rumah mereka.” HR. Al-Bukhori:608.

Memang ancaman itu tidak pernah dilakukan, karena Nabi Muhammad SAW sangat penyayang. Namun hadits itu tetap menunjukkan bahwa tempat sholat berjama’ah adalah Masjid dan kerasnya perintah sholat berjama’ah sehingga Ibnu Mas’ud RA menghukuminya wajib. (dalil 34).

Begitu juga Imam Ahmad, Pemimpin Madzab Hanbali. Meskipun imam-imam lain berpendapat sebagai Sunnah Muakkadah, yaitu sunnah yang dekat sekali di wajib.
(Dikutip dari renungan sholat berjama’ah. Moh Zubaidi. DR.)

SIKAPI PERBEDAAN DENGAN BIJAK

Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujarat:13).

“AKIDAH YANG LURUS MAMPU MEMBENTENGI DIRI DARI KEMUNAFIKAN KEBATHILAN DAN KEBODOHAN”


Sebelum kita berbicara tentang kemajuan teknologi, keragaman budaya, kesetaraan gender dan segala masalah, lebih dahulu kita harus bicara tentang sesuatu yang kita yakini kebenarannya yaitu Akidah Islam. Islam adalah Rahmatan Lil Alamin, Rahmat bagi seluruh alam. Namun akidah harus selalu dipegang teguh karena akidah hakiki tidak bisa ditawar-tawar. Firman Allah Swt: “Sesungguhnya kami tidak bisa memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk” (QS:Qashas:56).

KISAH SANG KAISAR


Umar bin Abdul Aziz, sewaktu menjadi Khalifah mengutus beberapa sahabat ke Romawi untuk berperang. Namun dalam peperangan itu para sahabat kalah, hingga dua puluh orang dari mereka menjadi tawanan. Kemudian kaisar Romawi memerintahkan satu diantara mereka memeluk agama Kaisar, yaitu menyembah berhala. Kaisar, berkata, “Apabila engkau memeluk agamaku, dan menyembah berhala aku jadikan engkau pemimpin di sebuah kota yang besar. Dan aku berikan engkau ilmu, pembebasan, arak dan masih banyak lagi. Namun apabila engkau tidak masuk dalam agamaku, aku akan memenggal kepalamu.” 

UJUB DAN TAKABUR

 
pict from kaskus.com
Hayazid Al-Busthami, adalah seorang Sufi dan pengajar tasawuf, diantara jama’ahnya ada seorang santri yang mempunyai murid banyak, santri itu juga menjadi kyai bagi jama’ahnya sendiri. Karena telah mempunyai murid, santri itu selalu berpakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban serta wewangian tertentu. 

“PENCURI AHLI PENGAJIAN”


Pada zaman sahabat dahulu, ada seorang pemuda yang senang mencuri dan sering meninggalkan shalat, Malik nama pemuda itu. Sebenarnya Malik ingin sekali bertobat namun keinginan itu belum kesampaian, karena niat itu belum mendapat hidayah dari Allah SWT. Akhirnya jatuhlah pilihannya kepada seorang ulama yang bernama Shalih Almirri. Malik selalu mengikuti pengajian yang diadakan oleh ulama tersebut dengan harapan agar kiranya dirinya bertobat.

Malik berkali-kali mengikuti pengajian rutin sang ulama namun ternyata dirinya masih enggan untuk bertobat, mencuri masih selalu dilakukan sedang sholatnya sering dilalaikan.

KEMULIAAN TAAT KEPADA IBU

 
Suatu saat Rasulullah Saw bercerita kepada para sahabat, “Sungguh, kelak ada orang yang termasuk tabi’in terbaik yang bernama Uwais. Dia memiliki seorang ibu dan dia sangat berbakti kepadanya. Sehingga, kalau dia mau berdoa kepada Allah, pasti Allah akan mengabulkan do’a-nya. Dia punya sedikit bekas penyakit kusta. Oleh karena itu, perintahkan dia untuk berdo’a, niscaya dia akan memintakan ampun untuk kalian.” (HR. Muslim).

MEMULIAKAN ORANG USIA LANJUT


Pada suatu subuh, Ali bin Abu Thalib bergegas menuju masjid untuk salah berjama’ah bersama Rasulullah Saw. Namun di tengah perjalanan, langkahnya terhambat oleh seorang lelaki lanjut usia. Bapak tua karena ketuaannya berjalan lamban di depannya, Ali bin Abu Thalib tidak ingin mendesak orang tua itu untuk mendahuluinya, karena Ali menghormati karena ketuaannya. Dengan sabar Ali mengikuti langkah demi langkah orang tua itu dibelakangnya. Sebenarnya ada rasa resah di benak hati Ali bin Abu Thalib, ia khawatir, tidak sempat mengikuti shalat berjama’ah bersama Rasulullah saw. Tibalah iring-iringan Ali bin Abu Thalib bersama orang tua itu di depan masjid. Ternyata bapak tua itu tidak memasuki masjid. Tahulah Ali bin Abu Thalib bahwa orang tua itu bukan seorang muslim, ternyata bapak tua itu seorang Nasrani yang sedang melintas. Setelah langkahnya tidak terhalang Ali bin Abu Thalib segera memasuki masjid, syukurlah Ali masih sempat mengikuti raka’at, terakhir. Sesuai shalat berjama’ah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw. “Apa yang terjadi wahai Rasulullah? Tidak seperti biasa engkau memperlambat ruku’ yang terakhir?” Rasulullah menjawab, “Ketika ruku’ dan membaca tasbih seperti biasa, aku hendak mengangkat kepalaku untuk berdiri. Tapi Jibril datang membebani punggungku hingga lama sekali. Baru setelah beban itu diangkat, aku bisa mengangkat kepalaku sendiri dan berdiri.”Mengapa bisa begitu ya Rasulullah?” tanya sahabat yang lain. “Aku sendiri tidak tahu dan tak bisa menanyakan kepada Jibril,” jawab Rasulullah Saw.

Maka, datanglah Jibril kepada Rasulullah Saw dan menjelaskan apa yang terjadi, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya tadi itu karena Ali tergesa-gesa mengejar shalat berjama’ah, tetapi terhalang seorang laki-laki Nasrani tua, Ali menghormatinya dan tidak berani mendahului langkah orang tua itu. Ali memberi hak orang tua itu untuk berjalan lebih dahulu. Maka, Allah memerintahkanku untuk menetapkanmu dalam keadaan ruku’ hingga Ali bisa menyusul shalat berjama’ah bersamamu,” Kemudian Rasulullah Saw mengatakan. ”Itulah derajat orang yang memuliakan orang tua, meski orang tua itu seorang Nasrani.”
Sumber: Pesan Indah dari Makkah & Madinah – Ahmad Rofi’Usmani.

Kisah Ali bin Abi Thalib Akan Memotong Tangan Putrinya


Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu merasa ada yang aneh dengan penampilan putrinya. Ada sesuatu yang gemerlap, atau memantulkan cahaya. Ternyata putrinya memakai perhiasan dari batu permata.

Alangkah terkejutnya Ali bin Abi Thalib. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin dirinya dan keluarganya yang berkomitmen untuk zuhud dan menjaga diri mengikuti sunnah Nabi, putrinya memakai batu permata. Dari mana?

Karena tidak mendapatkan penjelasan, Ali bin Abi Thalib berniat memotong tangan putrinya. Ia tampak sungguh-sungguh akan melakukannya. Untunglah di sana ada Ibnu Abi Rafi’ yang tahu persis bagaimana putri Ali bin Abi Thalib bisa mengenakan perhiasan batu permata.
“Demi Allah, wahai Amirul mukminin, akulah yang memberinya hiasan batu permata itu,” kata Ibnu Rafi’.

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar