Ramadhan telah berlalu, saatnya kini kita sambut peralihan hidup baru dari kebiasaan sebelumnya. Ramadhan adalah momen bagi kita berbenah diri karena menuju perubahan yang lebih baik. Perubahan adalah sebuah keniscayaan. Rugi kiranya apabila telah melewati Ramadhan berpuluh kal namun tidak membawa sesuatupun perubahan dalam hidup kita.
Perubahan tentunya ke arah yang baik bukan sebaliknya. Jika selama Ramadhan kita berlatih kejujuran bahwa tidak ada orang yang tahu ketika kita berpuasa atau tidak selain kita dan Allah, maka bawalah sikap dan sifat itu setelah Ramadhan. Ketika kita bisa bertahan untuk menahan makan dari fajar hingga maghrib, maka jangan mengumbar perut dengan makanan walaupun itu milik sendiri. Ingat masih banyak orang lain yang belum bisa makan di saat kita kadang menyia-nyiakan makanan. Apabila di bulan Ramadhan kita bisa shalat taraweh, setidaknya setelah Ramadhan kita belajar qiyamul lail (sholat malam) sendiri, baik di awal malam atau di akhir malam. Jika kita bisa khatam baca Qur’an 30 juz selama Ramadhan, di bulan setelahnya minimal setiap habis shalat kita baca satu rukuk. Itulah yang dikehendaki setiap orang yang beranjak dari Ramadhan. Perubahan.
Perubahan tentunya ke arah yang baik bukan sebaliknya. Jika selama Ramadhan kita berlatih kejujuran bahwa tidak ada orang yang tahu ketika kita berpuasa atau tidak selain kita dan Allah, maka bawalah sikap dan sifat itu setelah Ramadhan. Ketika kita bisa bertahan untuk menahan makan dari fajar hingga maghrib, maka jangan mengumbar perut dengan makanan walaupun itu milik sendiri. Ingat masih banyak orang lain yang belum bisa makan di saat kita kadang menyia-nyiakan makanan. Apabila di bulan Ramadhan kita bisa shalat taraweh, setidaknya setelah Ramadhan kita belajar qiyamul lail (sholat malam) sendiri, baik di awal malam atau di akhir malam. Jika kita bisa khatam baca Qur’an 30 juz selama Ramadhan, di bulan setelahnya minimal setiap habis shalat kita baca satu rukuk. Itulah yang dikehendaki setiap orang yang beranjak dari Ramadhan. Perubahan.
Harapannya dikemudian hari , tentunya bukan hanya kita yang berubah. Keluargapun harusnya bisa kita bawa pada sebuah perubahan, karena baik-buruk sebuah keluarga menjadi tanggung jawab kita . Kita akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At Tahrim : 6)
Ketika para sahabat jaman dulu ditinggalkan Ramadhan, mereka dengan sedihnya hingga menangis. Mereka sangat kehilangan sekali. Mereka seakan sayang melewatkan Ramadhan sehingga jika boleh meminta, sahabat akan memohon untuk menjadikan sebelas bulan yang lain adalah bulan Ramadhan. Apa yang mendasari hal yang demikian? Karena pahala apa yang didapatkan selama Ramadhan tidak akan bisa ditemui pada bulan-bulan selainnya. Bagaimana dengan kita? Walau tak bisa menyamakan keimanan kita dengan para sahabar Nabi, minimal kita bisa berharap punya sikap serupa.
Namun demikan Ramadhan tetaplah berlalu dan kita harus melalui sebelas bulan yang lain dengan berbekal kefitrahan ketika Idul Fitri tiba. Segala perbuatan dosa, berangsur-angsur segeralah kita tinggalkan. Dosa berbohong, dosa berjudi, dosa menipu, serta dosa yang besar atau yang kecil sekalipun.
Bila selama ini kita menganggap remeh dosa-dosa kecil mulailah beristighfar, bila dulu menganggap hal yang bid’ah selalu mengiringi dalam setiap ibadah, mulailah banyak membuka buku lagi. Kalau dulu masih suka makan barang haram, mulailah mendapatkan rejeki yang halal untuk menghindari murka Allah. Kalau dahulu masih suka menggunjing tetangga atau teman, mulailah meminta maaf dan jauhkan kumpul-kumpul tiada guna yang mengarah pada pergunjingan dosa. Kalau dahulu masih suka berbuat hal-hal syirik (menyekutukan Allah) dengan membuat perbandingan bahwa ada kekuatan pada pohon-pohon besar atau benda bertuah, mulailah bersungguh-sungguh bertobat kepada-Nya, karena sesungguhnya dosa ini tiada ampun di hadapan-Nya.Jika hal-hal demikian masih kita lakukan, maka sesungguhnya setan akan sangat keras tertawanya. Setan akan bangga telah berhasil menggelincirkan kita, dan kita akan menjadi sahabat setan yang setia. Firman Allah, “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai bani adam, supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yasin : 60)
Sepeninggal Ramadhan yang sarat dengan barokah dan ampunan, sambunglah dengan perintah shaum yang lain agar kita bisa berlatih istiqomah tanpa perlu melalui tahapan yang mengejutkan, dari berlapar-lapar kepada berlimpahnya makanan. Shaum enam hari di bulan Syawal akan melatih kita pada ketaatan yang beruntun kapada-Nya. Kita bisa semakin dekat kepada-Nya dan jangan terlepas dari bimbingan-Nya walau sesaat. Itulah doa kita sebagaimana firman-Nya,”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”(QS. Al Baqarah:186)
Demikianlah kiranya jangan sampai Ramadhan kita seperti kekhawatiran Rasulullah SAW, betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain hanya lapar dan dahaga saja, lalu kembali pada habitat sebelumnya yang penuh dosa. Dan ini adalah kerugian besar bagi kita.(ags)
No comments:
Post a Comment