Translate

Tuesday, 23 June 2020

Cara Berbakti Kepada Kedua Orangtua yang Sudah Meninggal Dunia

*Cara Berbakti Kepada Kedua Orangtua yang Sudah Meninggal Dunia*

1. *Memohonkan ampunan untuk keduanya.*


وقال النبي صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ! أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيَقُولُ: *بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ* » صحيح رواه أحمد في "المسند".

Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,”
Maka ia pun bertanya: “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?”
Allah menjawab: 
*Berkat istighfar anakmu untuk dirimu* (Hadits shahih riwayat Ahmad)

وقال أبو هريرة - رضي الله عنه -: (تُرفع للميت بعد موته درجته. فيقول: أي ربِّ! أي شيء هذه؟ فيقال: ولدُك استغفرَ لك) حسن - رواه البخاري في "الأدب المفرد".

Derajat seorang yang telah meninggal akan diangkat. Kemudian ia berkata : Wahai Tuhanku, apakah ini? dikatakan : *"permohonan ampunan untukmu dari anakmu."*  (HR Bukhori)

Adapun lafadz doanya sebagaimana yang sudah kita hafal.

‌  اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِىْ ذُنُوْبِىْ وَلِوَالِدَىَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِىْ صَغِيْرًا

_"Ya Allah, berikanlah ampunan kepadaku atas dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orang tuaku, dan kasihanilah keduanya sebagaimana beliau berdua merawatku ketika aku masih kecil"_

‌ رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

_Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu’min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”_

2. *Melunasi hutang keduanya jika memiliki hutang.*

عن أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ» صحيح رواه الترمذي وابن ماجه.

 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung dengan sebab hutangnya sampai hutangnya dilunasi.” (Hadits shahih riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Al Munawi rahimahullah berkata, “Jiwa seorang mukmin, (maksudnya ruh) terkatung-katung setelah kematiannya dengan sebab hutangnya. Maksudnya, *ia terhalangi dari kedudukan mulia yang telah disediakan untuknya, atau (terhalang) dari masuk Surga bersama rombongan orang-orang yang shalih.”*

3. *Menunaikan Nazar bagi keduanya.*

 عن ابن عباس رضي الله عنهما أن سعد بن عبادة رضي الله عنه استفتى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال إن أمي ماتت وعليها نذر فقال اقضه عنها رواه النسائي ومالك

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa Sa’ad bin Ubadah meminta fatwa kepada beliau tentang nazar, “Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal sedangkan dia mempunyai kewajiban nazar yang belum ia tunaikan.” Rasul menjawab, “Tunaikanlah engkau untuknya.” (HR. An-Nasa’i dan Malik).

Nadzar yang dimaksud adalah nadzar yang tidak bertentangan dengan syariat. Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Siapa yang bernazar untuk berbuat taat kepada Allah, maka hendaknlah ia melakukan taat kepada-Nya, dan siapa yang bernazar untuk maksiat kepada-Nya, maka hendaknya tidak bermaksiat kepada-Nya.” (HR. Bukhari)

4. *Menunaikan kafarat bagi keduanya.*

Seperti kafarat Yamin (kafarat karena melanggar sumpah), Kafarat Karena Pembunuhan.

*Barang siapa yang meninggal dunia dan masih mempunyai tanggungan kaffarat, maka diwajibkan untuk dibayarkan dari harta warisannya dengan bentuk kaffarat yang paling ringan”.* (Mughni al-Muhtaj: 6/192).

5. *Bersedekah atas nama keduanya.*

عن سَعْدِ بْنِ عُبَادَةَ - رضي الله عنه -؛ أن أُمَّه تُوُفِّيَتْ وَهْوَ غَائِبٌ عَنْهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ». قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِي الْمِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا. [الحائط المِخراف: أي: البستان المُثمر، سمَّاها مِخرافاً؛ لما يُخترف منها] رواه البخاري وأبو داود والنسائي

Dari Sa'ad bin Ubadah, bahwa ibunya meninggal sedangkan ia tidak menghadirinya, dan ia bertanya kepada Nabi shollallahu'alaihi wasallam, *"Wahai Rasulullah ibuku telah wafat sedangkan aku tidak hadir pada saat kematiannya, apakah berguna baginya sedekah atas namanya? Beliau menjawab “Ya tentu.” Ia berkata,* *aku persaksikan di hadapan engkau bahwa buah dari hasil kebun yang dikelilingi tembok itu akan aku sedekahkan atas namanya.* (HR Bukhari, Abu Dawud, an-Nasa’i, 
at-Tirmidzi, Baihaqi, dan Ahmad).


Wallahu a'lam.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🎓 Yayasan Pendidikan Dan Pembinaan Umat An Nuur

Monday, 22 June 2020

JANGAN BOSAN MENGETUK PINTU SANG MAHA PENGASIH

Setiap orang pernah mengalami kondisi yang sulit, tetapi bedanya ada merespon semua itu dengan penuh optimis bahwa Allah akan selalu memberikan jalan keluar. Dan yang lainnya akan meresponnya dengan hati yang lemah dan putus asa. Tatkala kamu dalam keadaan seperti itu jangan beri kesempatan syetan memberi saran lebih dahulu, karena bisikan setan tentu akan menjerumuskan dirimu kepada keputusasaan dan hilangnya pengharapan. Saat seperti itu segera ingatlah firman Allah, “Dan bila hamba-hambaku bertanya kepadamu (Muhamad) tentang Aku, maka sesungguhnya aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apa bila ia berdoa kepadaku.” (QS. Al-Baqarah:186). Bukankah Allah juga berfirman “Dan Tuhanmu.” Berdoalah kepadaku, niscaya Aku akan berikan bagimu.” (QS. Ghafir:60)

MACAM-MACAM BERMEGAH-MEGAHAN DALAM AL QUR’AN

    “Bermegah-megahan (berbanyak-banyakan) telah melalaikan kamu.” QS. At-Tukatsur:1)

 Kita tidak asing dengan surat pendek tersebut, surat yang sudah kita hafal sejak kecil.

Lantas kira-kira apa yang dimaksud bermegah-megahan atau berbanyak-banyakan dalam ayat ini?

HADIAH ALLAH UNTUK HATI SEORANG MUKMIM

Allah memberi kenikmatan hati pada seoang mukmin, diantaranya adalah:

·         KEHIDUPAN

“dan apakah orang yang sudah mati lalu kami hidupkan dan kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan, sehingga dia tidak dapat keluar dari sana.” (QS. Al-An’am:122)

AKUILAH BAHWA SEMUA YANG KAU MILIKI HANYA DARI ALLAH SWT

    Bila kita belajar dari Al Qur’an, kita akan menjumpai kisah para Nabi dan manusia-manusia suci yang penuh hikmat dan pelajaran. Mereka adalah contoh nyata tentang bagaimana cara bersikap dan menghadapi berbagai macam problema kehidupan. Tatkala para nabi mendapatkan rezeki yang besar, meraih prestasi yang agung dan kemuliaan yang tinggi, mereka selalu menisbatkannya kepada Allah SWT. Tak sekalipun dari mereka berbangga dan mengatakan “Ini adalah hasil dari kecerdasan dan jerih payahku.” Kisah ketika Nabi Sulaiman as mendapat hadiah berlimpah dari Ratu Bilqis, beliau hanya berkata: Dia (Sulaiman) “Apa yang Allah berikan kepadaku lebih baik daripada apa yang Allah berikan padamu tetapi kamu bangga dengan merasa bangga dengan hadiahmu” (QS. An-Naml:36).

Saturday, 20 June 2020

Kewajiban Menuntut Ilmu

Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini adalah rendahnya semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu agama. Ilmu agama seakan menjadi suatu hal yang remeh dan terpinggirkan bagi mayoritas kaum muslimin. Berbeda halnya dengan semangat untuk mencari ilmu dunia. Seseorang bisa jadi mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Kita begitu bersabar menempuh pendidikan mulai dari awal di sekolah dasar hingga puncaknya di perguruan tinggi demi mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mayoritas umur, waktu dan harta kita, dihabiskan untuk menuntut ilmu dunia di bangku sekolah. Bagi yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, mereka mengorbankan segala-galanya demi meraih ilmu dunia: jauh dari keluarga, jauh dari kampung halaman, dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan ilmu agama? Terlintas dalam benak kita untuk serius mempelajarinya pun mungkin tidak. Apalagi sampai mengorbankan waktu, harta dan tenaga untuk meraihnya. Tulisan ini kami maksudkan untuk mengingatkan diri kami pribadi dan para pembaca bahwa menuntut ilmu agama adalah kewajiban yang melekat atas setiap diri kita, apa pun latar belakang profesi dan pekerjaan kita.

Kewajiban Menuntut Ilmu Agama

Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.

Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)

maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,

( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)

Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, namun yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam kejelekan, maka jelek. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14)

IKHLAS

    Siti Hajar protes. Mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak bertuan. Seperti jamaknya dia hanya bisa menduga bahwa ini akibat kecemburuan Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberinya putra. 

IBUNDA IMAM SYAFI'I رحمهما الله YANG TIDAK BANGGA DENGAN KEKAYAAN ANAKNYA

 

"Nak, pergilah menuntut ilmu untuk jihad di jalan Allah تعالى kelak kita bertemu di akhirat saja". Perintah Ibunda Imam Syafi'i kepada Imam Syafi'i sebelum rihlah (perjalanan menuntut ilmu). Kemudian, Imam Syafi'i berangkat dari Makkah ke Madinah belajar dgn Imam Malik, kemudian ke Iraq.

Seleksi Kepemimpinan (Petikan Nasehat Abdulloh Azzam

وعن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال إنكم ستحرصون على الإمارة، وستكون ندامة يوم القيامة رَوَاهُ البُخَارِيُّ

 Dari Abu Huroiroh rodliyallohu anhu bahwasanya rosululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda : sesungguhnya kalian akan berambisi untuk mendapatkan jabatan dan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat [HR Bukhori]

Pemimpin dan para penjilatnya

Di dunia ini begitu mudahnya kita mendapatkan pemimpin yang dikelilingi oleh para penjilat yang berprinsip ABS (Asal Bapak Senang). Sebaliknya kita akan menemui kesulitan luar biasa mencari pemimpin yang dikelilingi oleh para menteri yang dengan ketulusan cintanya kepada pemimpin berani mengingatkannya dari kesalahan.

Sunday, 14 June 2020

MENGAPA RASULULLAH JARANG SAKIT DALAM HIDUPNYA


1.      Selalu bangun tidur sebelum Subuh.
2.      Aktif dan istiqomah menjaga kebersihan dan keindahan.
3.      Tidak pernah makan berlebihan.
“Kami adalah satu kaum yang tidak makan sebelum lapar, dan bila kami makan tidak terlalu banyak (tidak sampai kekenyangan).” (Muttafaq Alaih).
4.      Gemar Riadoh/olah raga dengan berjalan kaki, berjalan ke masjid, dan jihad mengunjungi sahabat.
5.      Tidak pemarah dan mampu mengendalikan emosinya. Nasihat Rasulullah “Jangan marah” diulangi tiga kali menunjukkan hakikat kesehatan dan kekuatan muslim bukan pada jihad tetapi pada kebersihan jiwa.
6.      Optimis dan tidak putus asa.
7.      Tidak pernah iri hati.
8.      Pemaaf.
Pemaaf adalah sifat yang sangat dituntut untuk mendapatkan ketenteraman hati dan jiwa.
9.      Dermawan dan murah hati. Rasulullah tidak pernah menyimpan makanan, minuman dan barang berharga lebih dari tiga hari, langsung disodaqohkan kepada ahlus sufah.
10.  Husnudzan, Positif Thinking.


DARI MANA DATANGNYA KESULITAN

    Allah maha mengetahui kelemahan manusia, dalam beberapa ayatpun Allah telah menyinggung akan kelemahan manusia, karena memang diciptakan dalam kondisi lemah. “Dan manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. An-Nisa’:28)

Karena itu Allah selalu memberikan kemudahan kepada manusia dalam menjalani kehidupannya. Dalam firman-Nya Allah meringkas perjalanan manusia hingga akhir kisahnya dalam sebuah ayat,Dari setetes mani, Dia menciptakan lalu menentukannya. Kemudian jalannya Dia mudahkan, kemudian Dia mematikannya lalu menguburkannya.” (QS. ‘Abasa:19-21).

CARA MUDAH UNTUK BERSYUKUR

    Dari Abu Hurarah, ia berkata: Rasulullah bersabda, Pandangilah orang yang dibawah kalian, jangan memandang yang di atas kalian, itu lebih baik membuat kalian membuat kalian tidak mengkufuri nikmat Allah. Abu Mu’awiyah berkata atas diri kalian.” (HR. Muslim).

Dengan memiliki sifat yang mulia yaitu selalu memandang orang dibawahnya dalam masalah dunia, seseorang akan merealisasikan syukur dengan sebenarnya. Tatkala seseorang melihat orang di atasnya (dalam masalah harta dan dunia) maka dia menganggap kecil akan nikmat Allah yang diberikan padanya dan pada akhirnya ingin mendapat yang lebih baik. Mengobatinya dengan selalu melihat ke bawah dalam masalah harta dunia, dengan begitu seseorang akan merasa bersyukur serta ridho akan apa yang didapatnya tanpa merasa iri akan keberuntungan orang lain. Namun dalam masalah agama, berkebalikan dengan masalah materi dan dunia.

BERLOMBALAH, JANGAN BERSELISIH

Manusia tidak hanya dituntut untuk melakukan kebaikan, namun juga dituntut untuk berlomba melakukan kebaikan. Karena orang yang sedang berlomba pasti ingin menjadi yang terbaik dan terdepan. Kita mempunyai modal umur yang terbatas, sementara ajal bisa datang kapan saja. Maka jadikanlah modal kita sebagai modal bekal yang bisa bermanfaat untuk bermanfaat untuk kehidupan berikutnya.

Saturday, 13 June 2020

Mutiara Hadits

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya syari’at-syari’at islam itu semakin banyak (berat) atas kami, maka adakah satu perkara yang lengkap yang dapat kami pedomani (amalkan)? Beliau bersabda: “Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan dzikir (mengingat) Allah SWT.” (HR. Imam Ahmad)

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar