Allah
SWT telah membuat ketetapan (sunnah) yang selalu berlaku bagi makhluk-Nya, yang
tidak pernah akan berubah maupun berganti, kapan dan dimanapun manusia hidup,
kapan dan dimanapun manusia hidup, akan mendapatkan ketetapan Allah itu sebagai
sesuatu yang berlaku. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. “Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergulirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); Dan supaya Allah
membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang kafir) dan supaya sebagian
kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada.” (QS. Ali Imran:140).
Allah
Subhannahu wa Ta'ala dengan segala kuasa-Nya akan mengubah keadaan
hamba-hamba-Nya sesuai yang dikehendakinya. Kadang kala manusia mengalami
kesempitan (kekurangan) namun kadang kala manusia mendapat keluasan (harta),
suatu saat kaya raya, namun saat lain jatuh miskin. Demikian juga suatu waktu
manusia dipuja-puja namun di lain waktu dihinakan, kemarin menjadi pejabat tapi
hari ini menjadi rakyat. Oleh karena itu tidak selayaknya seorang manusia
berputus asa dari rahmat Allah ketika mendapat kesempitan hidup. Karena ketika
kondisi sempit maka urusan akan menjadi lapang, ketika tali melilit dengan kuat
pertanda mendekati putus manakala malam semakin gulita pertanda mendekati
fajar. “Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(QS.
Alam Nasyrah 5-6).
Hikmah
dari Allah Subhannahu wa Ta'ala bahwa Dia menciptakan sesuatu secara
berpasangan, yaitu adanya dua hal yang bertentangan. Yang demikian itu adalah
hal yang lumrah yang akan terjadi di setiap saat dan di mana saja. Namun
masing-masing mempunyai batas yang telah ditetapkan.
Al-Qur’an
telah memberikan petunjuk tentang hal itu, banyak kisah dalam Al-Qur’an yang menggambarkan
kehidupan sebuah umat, bangsa atau pun pribadi yang mereka dulunya dalam suatu
keadaan, lalu Allah mengubah keadaan mereka dengan sebaliknya. “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia
menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (Mu'min).” QS. Ali
Imran:179). Dalam firman-Nya yang lain, “Alif
laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan,
“Kami telah beriman.” Sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS.
Al-Ankabut:1-2). Kalau saja tidak ada ujian dan cobaan, maka tidak akan
diketahui mana orang-orang yang benar-benar beriman, dan mana orang-orang yang
di dalam hatinya ada penyakit. (ds)
No comments:
Post a Comment