Tak lama lagi kita akan melewati pergantian tahun hijriyah. 1 Muharram 1435 H.
Peralihan tahun bagi umat Islam yang sebagian di antara kita tidak tahu, ketika
dahulu Rasulullah saw. dan para pengikutnya
berhijrah dari Mekkah menuju Madinah
sehingga muncul peristiwa Tahun Baru Hijriah jatuh pada tanggal 1 Muharam
(kalender Arab) atau 1 Suro (kalender Jawa).
Banyak
manusia yang terlena oleh momen pergantian tahun. Waktu penting yang seharusnya
dijadikan sarana instrospeksi diri, malah telah disalahgunakan sebagai sikap
melampaui batas, berhura-hura semalam suntuk hingga terbit matahari…bukannya
untuk mendekatkan diri…memohon ampun kepada Allah SWT, tapi malah sebaliknya,
mengatas namakan kegembiraan, mereka melupakan nikmat Allah dengan menggelar
kemungkaran dan sikap-sikap yang membawa kehancuran dan amarah Allah…
naudzubillahimindaliq.
Di
Indonesia, Solo dan sekitarnya kususnya, tradisi perayaan tahun baru yang
selalu berbareng dengan perayaan malam 1 Suro senantiasa dikaitkan dengan
ritual kejawen oleh sebagian masyarakat. Perayaan dibalut dengan doa-doa dari
“kiai” dilingkungan masjid seakan menjadi sebuah pengakuan bahwa itulah tradisi
Islam. Tradisi yang perlu diuri-uri? Ritual perayaan ini sama meriahnya dengan
ritual tahun baru masehi. Namun tahukah kita sejarahnya tahun baru Hijriyah?
mungkin banyak yang tidah tahu. Oleh karena itu umat Islam perlu menengok
sejarah masa lampau yang melatarbelakangi peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad
saw.
Ada
beberapa alasan yang menyebabkan Rasul dan para pengikutnya berhijrah dari
Mekkah menuju Madinah. Pertama, alasan keamanan yang tidak mendukung dakwah
islamiyah di Mekkah. Nabi Muhammad saw. mendapat perlawanan dan kecaman luar
biasa dari kelompok kafir Quraisy yang tidak senang dengan kehadiran Islam
sebagai agama baru. Bahkan paman Nabi, yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab menabuh
genderang perang untuk mengusirnya agar keluar dari Mekkah. Kedua, tradisi
jahiliyah Mekkah yang sangat bertentangan dengan risalah Islam. Masyarakat
Mekkah pada waktu itu dikelompokkan berdasarkan garis keturunan dan kepemilikan
harta benda. Berhala-berhala pun menjadi sesembahan mereka layaknya Tuhan.
Sementara itu, Rasulullah saw. tak dipercaya hanya karena ia berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang miskin. Melihat kenyataan itu, sungguh tidak ada
pilihan lain untuk menyelamatkan agama Allah swt. yang merupakan rahmat bagi
semesta alam kecuali berpindah ke suatu tempat yang dapat menerima Nabi dan
ajarannya. Oleh karena itu, dipilihlah Madinah sebagai tempat untuk membangun
kehidupan baru yang cinta damai.
Peristiwa
hijrah dari Mekkah ke Madinah pada tanggal 24 September 622 M merupakan titik balik
kehidupan Nabi Muhammad saw. Di sanalah kemajuan pesat perikehidupan umat
muslim akan menjelang di bawah pimpinan beliau. Setelah tiba di Madinah, Nabi
Muhammad saw. mengutus sahabat Hudzaifah Ibnu Yaman untuk melakukan sensus
penduduk. Hasil sensus menyatakan bahwa terdapat 10.000 penduduk yang menetap
di Madinah. Mereka terdiri dari 1.500 orang muslim, 4.000 orang Yahudi, dan
4.500 orang musyrik Arab. Umat Islam adalah kaum minoritas, namun dihormati dan
mendapat kepercayaan untuk mengatur masyarakat yang dicita-citakan bersama.
Peran
Rasulullah saw. di Madinah bukan semata-mata sebagai pemimpin spiritual, namun
juga sebagai pemimpin politik yang mengatur pemerintahan, pertahanan dan
keamanan, merancang undang-undang, dan menjalin hubungan baik dengan berbagai
pihak. Demikian besar peran dan tugas beliau dalam menegakkan sendi-sendi
kehidupan bernegara di Madinah. Akhirnya, dalam kurun waktu sekitar 12 tahun
Nabi berhasil mengubah kehidupan masyarakat Arab yang sangat membanggakan garis
keturunannya menjadi masyarakat yang bermoral dan berlandaskan persaudaraan.
Piagam Madinah pun lahir sebagai wujud kesadaran luhur demi terciptanya tatanan
masyarakat yang berdasarkan prinsip persamaan, keadilan, dan musyawarah. Ketiga
prinsip itulah yang akhirnya mampu menyatukan kehidupan orang Islam, Yahudi,
Nasrani, musyrik Arab, kaum Anshar, dan Muhajirin.
Satu
pertanyaan untuk kita mampukah kita meneladani hijrahnya Rasulullah saw.
berhijah dari tatanan masyarakat jahiliyyah ke masyarakat yang baru yang
Islami? wallahu a’lam. (aGz.dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment