Translate

Sunday, 3 November 2013

SAATNYA HIJRAH DI TAHUN BARU HIJRIYAH


Tak lama lagi kita akan melewati pergantian tahun hijriyah. 1 Muharram 1435 H.  Peralihan tahun bagi umat Islam yang sebagian di antara kita tidak tahu, ketika dahulu Rasulullah saw. dan para pengikutnya  berhijrah  dari Mekkah menuju Madinah sehingga muncul peristiwa Tahun Baru Hijriah jatuh pada tanggal 1 Muharam (kalender Arab) atau 1 Suro (kalender Jawa).

                Banyak manusia yang terlena oleh momen pergantian tahun. Waktu penting yang seharusnya dijadikan sarana instrospeksi diri, malah telah disalahgunakan sebagai sikap melampaui batas, berhura-hura semalam suntuk hingga terbit matahari…bukannya untuk mendekatkan diri…memohon ampun kepada Allah SWT, tapi malah sebaliknya, mengatas namakan kegembiraan, mereka melupakan nikmat Allah dengan menggelar kemungkaran dan sikap-sikap yang membawa kehancuran dan amarah Allah… naudzubillahimindaliq.


                Di Indonesia, Solo dan sekitarnya kususnya, tradisi perayaan tahun baru yang selalu berbareng dengan perayaan malam 1 Suro senantiasa dikaitkan dengan ritual kejawen oleh sebagian masyarakat. Perayaan dibalut dengan doa-doa dari “kiai” dilingkungan masjid seakan menjadi sebuah pengakuan bahwa itulah tradisi Islam. Tradisi yang perlu diuri-uri? Ritual perayaan ini sama meriahnya dengan ritual tahun baru masehi. Namun tahukah kita sejarahnya tahun baru Hijriyah? mungkin banyak yang tidah tahu. Oleh karena itu umat Islam perlu menengok sejarah masa lampau yang melatarbelakangi peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw.

                Ada beberapa alasan yang menyebabkan Rasul dan para pengikutnya berhijrah dari Mekkah menuju Madinah. Pertama, alasan keamanan yang tidak mendukung dakwah islamiyah di Mekkah. Nabi Muhammad saw. mendapat perlawanan dan kecaman luar biasa dari kelompok kafir Quraisy yang tidak senang dengan kehadiran Islam sebagai agama baru. Bahkan paman Nabi, yaitu Abu Jahal dan Abu Lahab menabuh genderang perang untuk mengusirnya agar keluar dari Mekkah. Kedua, tradisi jahiliyah Mekkah yang sangat bertentangan dengan risalah Islam. Masyarakat Mekkah pada waktu itu dikelompokkan berdasarkan garis keturunan dan kepemilikan harta benda. Berhala-berhala pun menjadi sesembahan mereka layaknya Tuhan. Sementara itu, Rasulullah saw. tak dipercaya hanya karena ia berasal dari kalangan Bani Hasyim yang miskin. Melihat kenyataan itu, sungguh tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan agama Allah swt. yang merupakan rahmat bagi semesta alam kecuali berpindah ke suatu tempat yang dapat menerima Nabi dan ajarannya. Oleh karena itu, dipilihlah Madinah sebagai tempat untuk membangun kehidupan baru yang cinta damai.

                Peristiwa hijrah dari Mekkah ke Madinah pada tanggal 24 September 622 M merupakan titik balik kehidupan Nabi Muhammad saw. Di sanalah kemajuan pesat perikehidupan umat muslim akan menjelang di bawah pimpinan beliau. Setelah tiba di Madinah, Nabi Muhammad saw. mengutus sahabat Hudzaifah Ibnu Yaman untuk melakukan sensus penduduk. Hasil sensus menyatakan bahwa terdapat 10.000 penduduk yang menetap di Madinah. Mereka terdiri dari 1.500 orang muslim, 4.000 orang Yahudi, dan 4.500 orang musyrik Arab. Umat Islam adalah kaum minoritas, namun dihormati dan mendapat kepercayaan untuk mengatur masyarakat yang dicita-citakan bersama.

                Peran Rasulullah saw. di Madinah bukan semata-mata sebagai pemimpin spiritual, namun juga sebagai pemimpin politik yang mengatur pemerintahan, pertahanan dan keamanan, merancang undang-undang, dan menjalin hubungan baik dengan berbagai pihak. Demikian besar peran dan tugas beliau dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan bernegara di Madinah. Akhirnya, dalam kurun waktu sekitar 12 tahun Nabi berhasil mengubah kehidupan masyarakat Arab yang sangat membanggakan garis keturunannya menjadi masyarakat yang bermoral dan berlandaskan persaudaraan. Piagam Madinah pun lahir sebagai wujud kesadaran luhur demi terciptanya tatanan masyarakat yang berdasarkan prinsip persamaan, keadilan, dan musyawarah. Ketiga prinsip itulah yang akhirnya mampu menyatukan kehidupan orang Islam, Yahudi, Nasrani, musyrik Arab, kaum Anshar, dan Muhajirin.

                Satu pertanyaan untuk kita mampukah kita meneladani hijrahnya Rasulullah saw. berhijah dari tatanan masyarakat jahiliyyah ke masyarakat yang baru yang Islami? wallahu a’lam. (aGz.dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar