MEMELIHARA
DAN MENYEMPURNAKAN KETAKWAAN
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ,
وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ
نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا
وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً
نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ
يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ،
اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى :
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ
مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Bersegeralah
kalian meraih ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (TQS Ali Imran [3]: 133).
Ikhwani
fiddin a’azzaniyallahu waiyyakum,
Bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar-benarnya ketakwaan. Dengan begitu, kita akan semakin mampu
berpegang teguh dengan agama-Nya. Sehingga kita akan mendapatkan kebahagiaan di
dunia maupun di akhirat kelak.
Jamaah Jumat Rahimakumullah ....
Ramadhan
sudah berlalu. Yang tersisa bagi umat hari ini adalah pertanyaan: bagaimana
cara memelihara dan menyempurnakan ketakwaan? Ini adalah pertanyaan amat penting
karena memang hikmah dari shaum Ramadhan adalah mencapai derajat takwa.
Tak
ada keraguan lagi bahwa ketakwaan adalah status tertinggi seorang hamba di
hadapan Allah SWT. Bukan kekayaan, status sosial, warna kulit, suku bangsa,
dll. Islam telah menghilangkan status dan prestise yang melekat pada manusia
dan menggantikannya takwa. Allah SWT berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ
أَتْقَاكُمْ
Sungguh orang yang paling mulia di antara kalian di sisi
Allah ialah yang paling bertakwa di antara kalian (TQS
al-Hujurat [49]: 13).
Imam
ath-Thabari rahimahulLâh dalam tafsirnya mengatakan, “Sungguh yang paling
mulia, wahai manusia, di sisi Tuhan kalian, adalah yang bertakwa, yakni yang
menunaikan kewajiban-kewajiban dan menjauhi kemaksiatan; bukan yang paling
mewah rumahnya dan paling banyak keturunannya.”(Tafsîr ath-Thabari, 7/86).
Jamaah
jum’ah rahimakumullah
Takwa
adalah:
الخوف من الجليل والعمل بالتنزيل
والقناعة بالقليل والإستعداد ليوم الرحيل
Takut kepada Allah Yang Mahaagung, mengamalkan al-Quran,
merasa puas dengan yang sedikit dan mempersiapkan bekal untuk menghadapi Hari
Penggiringan (Hari Akhir).
Sebagian
ulama juga memberikan pengertian takwa dengan: menaati semua perintah Allah
SWT dan menjauhi segenap larangan-Nya.
Karena itu, hamba-hamba Allah yang bertakwa tidak pernah memilah dan memilih
perintah maupun larangan-Nya. Perkara yang fardlu akan ia kerjakan sekuat
tenaga sekalipun membutuhkan pengorbanan besar. Sebaliknya, perkara yang haram
akan ia tinggalkan meskipun dipandang biasa di tengah masyarakat. Ia akan
bergegas untuk mendapatkan ampunan dan surga yang dijanjikan Allah SWT.
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ
مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
Bersegeralah kalian meraih ampunan dari Tuhan kalian dan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa (TQS Ali Imran [3]: 133).
Jamaah
jum’ah rahimakumullah
Namun
sekarang banyak kaum Muslim yang terkena virus sekularisme, yakni
paham
yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, virus ini telah menyimpangkan
makna takwa yang hakiki. Sekularisme menempatkan takwa sekadar ketaatan dalam
urusan ibadah dan akhlak semata. Di luar ibadah, mereka tinggalkan ketaatan
kepada Allah SWT. Mereka campakkan aturan-aturan Allah. Padahal Allah SWT telah
menjadikan Islam sebagai risalah paripurna, mengatur semua aspek kehidupan.
Bahkan
ada sebagian Muslim yang mengkriminalisasi ajaran agamanya sendiri dan
orang-orang yang memperjuangkannya. Mereka melabeli Muslim yang berusaha
istiqamah menjalankan agama dan menyerukan pelaksanaan agama sebagai kaum radikal.
Mereka tak segan mempersekusi sesama Muslim. Mereka pun menganggap syariah
Islam dan khilafah sebagai ancaman bagi
manusia, padahal kewajiban hukumnya oleh para ulama Aswaja.
Walhasil,
sekularisme telah menggerus ketakwaan kaum Muslim. Sifat amanah dan menepati
janji pun kian menghilang. Orang tidak merasa berdosa dan hilang rasa takutnya
kepada Allah SWT ketika merusak kehidupan bernegara. Padahal dalam ajaran
Islam, negara itu ada untuk menjaga dan melindungi masyarakat dan melindungi
ketakwaan mereka.
Jamaah
jum’ah rahimakumullah
Rasulullah
SAW telah mengingatkan kaum Muslim agar memelihara perintah dan larangan Allah
SWT:
إِنْ اللَّهَ فَرَضَ فَرَائِضَ
فَلاَ تُضَيِّعُوهَا وَحَدَّ حُدُودًا فَلاَ تَعْتَدُوهَا
Sungguh Allah telah mewajibkan berbagai kewajiban. Karena
itu jangan kalian menyia-nyiakannya. Allah pun telah menetapkan berbagai
larangan. Karena itu jangan kalian melanggarnya (HR
al-Baihaqi).
Langkah
untuk memelihara dan menyempurnakan ketakwaan kepada Allah SWT antara lain:
Pertama, menjadikan akidah Islam
bukan sekadar akidah ruhiyyah, tetapi juga akidah siyasiyah, yakni asas dalam
kehidupan dunia. Dengan itu semua urusan dunia maupun akhirat selalu dilandasi
oleh dorongan keimanan kepada Allah SWT.
Kedua, senantiasa menjadikan Islam
sebagai standar untuk menilai perbuatan terpuji-tercela dan baik-buruk.
Pertimbangan dalam beramal hanyalah halal dan haram, bukan manfaat atau
madarat; bukan pula ridha atau benci manusia. Yang ia cari semata-mata adalah
keridhaan Ilahi sekalipun orang-orang mencaci dirinya.
Ketiga, bersabar dalam menjalankan
ketaatan pada Allah SWT sebagaimana para nabi dan rasul, juga orang-orang
shalih dalam menjalankan perintah dan larangan Allah SWT. Nabi saw. bersabda:
فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ
الصَّبْرِ الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ
أَجْرِ خَمْسِينَ رَجُلاً يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ
Sungguh di belakang kalian adalah masa kesabaran.
Bersabar pada masa itu seperti menggenggam bara api. Pahala bagi yang
melakukannya seperti 50 orang yang mengerjakan amalnya (HR
Abu Daud).
Keempat, berdakwah mengajak umat
untuk sama-sama meniti jalan ketakwaan dan menghilangkan kemungkaran. Ia takut
bila berdiam diri justru akan mendatangkan bencana dari Allah SWT (Lihat: QS
al-Anfal [8]: 25).
Kelima, segera memohon ampunan
kepada Allah SWT dan kembali pada ketaatan manakala telah melakukan kemungkaran
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni
dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu,
sedang mereka mengetahui.” (Terjemahan: QS Ali Imran
[3]: 135).
Keenam, menumbuhkan kerinduan pada
ridha Allah dan surga-Nya. Dengan begitu ia tak akan tergoda untuk menggadaikan
agama demi mendapatkan sekeping dunia yang ia pandang remeh. Seluruh hidupnya
akan digunakan untuk meneguhkan ketaatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Semoga
kita mampu memelihara ketakwaan kita di zaman jahiliyah modern saat ini dan
terus berjuang meninggikan kalimatullah. Aamiin
[]
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى
اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ
الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ
العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ
الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ
وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ
اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ المسبحة
بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى
يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ
اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي
وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ
بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى
يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ
بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً
يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ
! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى
عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا
اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ