Translate

Saturday, 27 March 2010

HUKUM DZIKIR SECARA BERJAMA'AH


HUKUM DZIKIR SECARA BERJAMA'AH

 TAR`IF DZIKIR
            a.   Dzikir secara bahasa berasal dari kata : (-ذكر -يذكر-ذكرا )
artinya : menyebut,mengucapkan mengagungkan,mengingat-ingat.(Al Munjid :236 )
     b.  Secara istilah :
Sayyid syabiq berkata:Dzikir ialah apa yang dilakukan oleh hati dan lisan berupa tasbih atau mensucikan Allah Ta’ala,memuji dan menyanjung-Nya, menyebut-nyebut sifat- sifat dan kebesaran,keagungan-Nya, serta sifat-sifat indah yang dimilikinya. (Fiqh Sunnah 4/213 ).

 II.  Anjuran untuk berdzikir :
Dzikir merupakan amalan yang sangat dianjurkan oleh syariat, telah banyak dalil yang menyebutkan anjuran untuk berdzikir kepada Alloh. Diantaranya adalah :

a.       Dari Al-Qur’an  :

فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون


”Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu dan bersyukurlah pada-Ku dan jangan ingkar terhadap nikmat-nikmat-Ku”. ( Al Baqoroh :153 ).
                                                                                                         

وذكر ربك  في نفسك تضرعا وخفية ودون الجهر من القول بالغدو والاصال ولا تكن من الغافلين

”  Dan sebutlah nama Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksanya) tidak mengeraskan suara dipagi dan di sore hari, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.{. Al  A’raaf :205 }

 b.    Dari sunnah :

مثل الذي يذكر ربه والذي لا يذكر ربه مثل الحي والميت


” Perumpamaan orang-orang yang menyebut nama Rabb nya dengan orang yang tidak menyebut nama-Nya ,laksana orang hidup dan orang mati.” {HR. Bukhori fathul bari : 11/208 }
أن رجلا قال يا رسول الله ان الله شرائع الإسلام قدكثرت علي فأخبربشيء اتثبت به قال لايزل  لسانك رطبا من ذكر الله
“Sesungguhnya seorang laki-laki berkata :”Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat Alloh telah banyak aku dapatkan, maka kabarkanlah kepadaku sesuatu yang bisa aku buat  pegangan ,” Beliau bersabda :”Tidak hentinya lidahmu basah dari dzikir kepada Allah . (HR  At Tirmudzi 5/458,  Ibnu majah 2/317 ).

 III . LARANGAN DZIKIR SECARA BERSAMA-SAMA

أََخْبَرَنَا اْلحَكَمُ بْنُ المُبَارَكِ أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ يَحْيَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِيْ يُحَدِّثُ عن أبيه قال كنا نجلس علي باب عبد الله  بن مسعود قبل الصلاة الغداة فإذا خرج مشينا معه إلي المسجد فجاعنا أبو موسي الأشعري فقال أخرج إليكم أبو عبد الرحمن بعد قلنا لا فجلس معنا حتي خرج فلما  خرج قمنا إليه جميعا فقل له أبو موسي يا أبا عبد الرحمن إني رأيت في المسجد انفا أمرا أنكرته ولم أر والحمد لله إلا خيرا قال فما هو فقال إن عشت فستراه  قال رأيت في المسجد قوما حلقا جلوسا ينتظرون الصلاة في كل حلقة رجل وفي  أيديهم حصي فيقول كبروا مائة فيكبرون مائة فيقولوا هللوا مائة فيهللون مائة ويقول سبحوا مائة فيسبحون مائة قال  فماذا قلت لهم قال ما قلت لهم شيئا انتظار رأيك وانتنظر أمرك قال أفلا أمر تهم أن يعدوا سيئا تهم وضمنت لهم ألا يضيع من حسناتهم ثم مضي ومضينا معه حتي أتي حلقة من تلك الحلق فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبد الرحمن حصي نعد به التكبير والتهليل والتسبيح قال فعدوا سيئاتكم  فأنا ضامن أن لا يضيع من حسناتكم شيئ ويحكم يا أمة محمد ما أسرع هلكتهم هؤلاء صحابة نبيكم صلي الله عليه وسلم متافرون وهذه ثيابه تبل وانيته لم تكسر والذي نفسي بيده إنكم لعلي ملة هي أهدي من ملة محمد أو مفتتحو باب ضلالة قالو والله يا أبا عبد الرحمن ما أردنا إلا الخير قال وكم من مريد للخير لن يصيبه إن رسو ل الله صلي الله عليه وسلم حدثنا أن قوما يقرون القران  لايجاوز تراقيه

  Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Hakam bin mubarrak, telah  menceritakan   kepada kami Umar bin Yahya ia berkata ayahku mengisahkan dari ayahnya ia berkata : kami duduk didepan pintu rumah Ibnu Mas`ud sebelum shalat shubuh,apabila beliau keluar kami  berjalan bersamanya menuju masjid,(ketika kami sedang menanti beliau ) datanglah Abu Musa al asyar`i seraya bertanya Apakah Abu Abdurrahman (Ibn Mas’ud) telah keluar ? “belum” jawab kami, maka beliaupun duduk bersama kami menunggu sampai Ibnu Mas`ud keluar ketika beliau keluar kami semua berdiri ,lalu Abu Musa bertanya Hai Abu  Abdurrahman ! sungguh tadi dimasjid  aku melihat suatu perkara yang aku ingkari, namun secara sekilas  nampaknya hal itu baik. Ibn Mas’ud bertanya “Apa itu ?”. Abu Musa menjawab  “sekiranya engkau dikarunia umur panjang engkau akan melihatnya .dimasjid aku melihat sekelompok orang duduk-duduk membentuk beberapa halaqah (lingkaran),mereka sedang menunggu shalat .setiap kelompok tersebut dipimpin oleh seorang  sedang tangan mereka memegang batu kerikil.pimpinan  jamaah tersebut berkata kepada jamaahnya. “Bertakbirlah seratus kali ! maka mereka bertakbir seratus kali.lalu ia berkata lagi : Bertahlillah seratus kali !. Maka merekapun bertahlil seratus kali. Ia berkata lagi :Bertasbilah seratus kali! Maka mereka bertasbih seratus kali.
Ibnu Masud bertanya kepada Abu Musa :Lalu apa yang engkau katakan kepada mereka ?. Aku tidak berkomentar apa-apa menunggu pendapat dan perintah darimu ,jawab Abu Musa .tidakkah engkau perintahkan mereka untuk menghitung dosa-dosa dan engkau jamin bahwa perbuatan baik mereka tak akan sirna sedikitpun. “kata Ibnu Masud”. Maka berangkatlah beliau (Ibnu masud) dan kami pun mengikutinya hingga beliau sampai kepada salah satu halaqah tersebut,lalu beliau memberhentikan mereka seraya berkata Hitunglah dosa-dosa kalian maka aku menjamin bahwa amalan baik kalian tidak akan sia-sia. Celakalah kalian wahai umat Muhammmad, alangkah cepatnya kalian menuju kebinasaan ,padahal para sahabat Nabi kalian masih banyak,dan bejana-bejana mereka belum pecah. Demi jiwaku yang berada ditangan-Nya ! kalian berada diatas agama yang lebih baik dari dien Nabi Muhammad atau kalian pembuka pintu kesesatan ?. Mereka menjawab :Demi Allah hai Abu Abdurrahman ! kami tidak menghendaki kecuali kebaikan. Maka beliau mengatakan berapa banyak orang yang menghendaki kebaikan tetapi ia tidak mendapatkan (karena ia mengamalkan suatu amalan yang tidak dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya ).
 (HR Ad Darimi dalam sunannya,kitab al muqadimah ,hadist:204 ).

              Mahmud Salma  berkata :,Bukan termasuk perbuatan sunnah apabila seseorang duduk setelah shalat untuk membaca dzikir -dzikir ataupun doa doa yang matsur ( yang bersumber dari hadist shahih ) maupun yang tidak matsur dengan suara yang keras .Apalagi kalau bacaan semacam ini dikerjakan secara kolektif  (bersama sama ),seperti yang telah terjadi dibeberapa daerah, namun sayangnya tradisi yang berlaku ini malah dianggap tidak benar jika tidak dikerjakan,bahkan orang yang tidak mengerjakannya malah dianggap sebagai orang yang melanggar syiar Dien (agama), padahal tradisi semacam ini harusnya ditinggalkan,karena tidak diajarkan oleh Rasullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam.       

        Muhammad Abdussalam Asy Syakiri berkata :”Membaca istighfar secara bersama-sama oleh para jama’ah setelah salam sholat merupakan perbuatan bid’ah, dan sunnahnya istighfar dilakukan sendiri-sendiri.begitu juga  dengan lafadz “Yaa arhama rohimin” ,yang dibaca secara bersama sama juga termasuk bidah .
 (Sunan wal Mubtadiat :60 )                                                                                        

Asy Syatibi berkata Rasulullah   tidak pernah mengeraskan suaranya untuk membaca do’a maupun dzikir setelah selesai sholat kecuali untuk tujuan mengajari para sahabatnya sebab jika mengeraskan bacaannya atau suaranya terus menerus pasti akan dianggap sebagai sunnah dan ulama’ pasti akan akan menganngap sunnah nabi dan selayaknya dicontoh”.
 (Al I`tisham 1/351 )
Imam Nawawi mengatakan :“…hendaklah imam dan ma’mum tidak mengeraskan suaranya kecuali bila tujuannya untuk mengajari orang lain .”
(Fathul bari”11/326 )
Ibnu Hajar berkata :”Disebut dalam  kitab “Al Atabiyah”sebuah riwayat dari Malik bahwa perbuatan tersebut (dzikir secara bersama-
sama ) dianggap bid’ah.”
(Fathul Bari :11/326 ).

Asy Syatibi  mengatakan :”Telah disimpulkan bahwa selalu membaca do’a secara bersama-sama bukan termasuk perbuatan Rasulullah   dan juga bukan termasuk perkataan dan taqrirnya”.
(Al I`tisham :1/352 )

.KESIMPULAN

           
Bahwa dzikir secara bersama-sama setelah melaksanakan sholat adalah perkara yang bid’ah, tetapi bila tujuannya untuk mengajari orang lain sesekali saja maka hal itu diperbolehkan tetapi tidak dilakukan setiap hari.

 ·    MASALAH MELAFADZKAN NIAT
            Penyebab penyakit was-was tidak lain adalah niat  yang berada didalam hati orang yang was was, namun dia meyakini bahwa niat belum ada didalam hatinya, dengan demikian  dia menghendaki niat itu ada dalam hati dengan cara mengucapkan dengan lisan, hal ini sama sekali tidak ada gunanya.
           
  * Betulkah lafadz  niat (ushalli....) dalam shalat merupakan sunnah ?

            Al Imam An Nawawi mengatakan “Abu Abdillah Al Zubairi yang termasuk ulama madzhab syafe`I ,beliau telah keliru ketika menyangka bahwa imam Syafe`I telah mewajibkan untuk melafadzkan niat. Sebab kekeliruanya itu ialah kurang bisanya menangkap dan memahami perkataan  Imam Syafe`I dengan benar. Berikut ini adalah redaksi yang diutarakan imam Syafe`I “jika seorang berniat menunaikan ibadah haji atau umroh dianggap cukup sekalipun tidak dilafadzkan,tidak seperti shalat ,tidak dianggap sah kecuali dengan " النطق "an nuthqi. Az Zubairi mengartikannya dengan melafadzkan didalam shalat,sedangkan yang dimaksud dengan  an nuthqi disini adalah takbir.
(Al Majmu  2/243 ).
             Imam Nawawi berkata “beberapa rekan kami berkata : “orang yang mengatakan  an nuthqi dengan melafadzkan niat dalam shalat, telah keliru,akan tetapi yang dikehendaki  oleh imam Syafe`I dengan An Nuthqi   adalah takbir.

     PERKATAAN PARA ULAMA TENTANG MELAFADZKAN NIAT  DALAM  SHALAT

            Abu Abdillah  Muhammad  Ibnu Alqasim berkata “Niat itu termasuk perbuatan hati, mengerasakan lafadz niat termasuk bidah.selain itu juga mengganggu konsentrasi orang lain”.
            As Syaikh Ala Aldin Al Atthar  berkata “ mengeraskan suara ketika ketika melafadzkan niat termasuk perbuatan yang bisa mengganggu orang yang sedang shalat .hukumnya adalah haram selain itu juga perbuatan yang bidah yang buruk.jika hal itu dikerjakan karena pamer  (Riya )orang yang mengerjakanya mendapatkan keharaman dua kali  (keharaman melakukan bidah dan keharaman riya’ ).orang yang mengingkari pengerasan lafadz niat sebagai perbuatan yang termasuk sunnah adalah benar. Sedangkan mereka yang meyakini perbuatan itu dalam agama adalah kufur. Sedangkan jika tanpa meyakini nya, maka termasuk maksiat, setiap orang wajib melarang perbuatan itu selagi dia mampu, sebab perbuatan semacam itu tidak pernah dinukil dari Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wasallam, tidak seorangpun dari shahabat Nabi, maupun ulama-ulama yang istiqomah mengikuti ajaran Rasulullah Shollallohu ‘Alahi Wasallam.
(Majmuah Al Rasail Al Kubra 1/254-257 ).
            Ibnul Jauzi mengatakan “Diantara efek mengerasakan lafadz niat adalah mengganggu orang lain, diantara mereka ada yang membaca  “ushalli Shalataa kadzaa “ (aku niat mengerjakan Shalat ini atau itu  kemudian dia akan mengulangi niat itu karena mengira niatnya batal.padahal niat itu tidak batal meskipun tidak diucapkan .
 (.Talbis Iblis :138 )
            Ibnu Abil `Izzi mengatakan “Tidak ada seorang ulama pun dari Imam Empat ,tidak As Syafe`I maupun yang lain mensyaratkan melafadkan niat, menurut kesepakatan mereka, niat tempatnya didalam hati. Hanya saja ulama khalaf mewajibkan seorang  melafadzkan niatnya dalam shalat, dan pendapat ini digolongkan sebagai madzhab Syafe`I ,Imam an Nawawi mengatakan “hal itu tidak benar “.
(Al Itiba “62  )

 Ibnu Qoyyim berkata “Rasullah jika hendak mengerjakan shalat ,maka beliau mengucapkan Allahu Akbar, dan beliau tidak mengucapkan lafadz apapun sebelum itu dan tidak pernah melafadzkan niat sama sekali.beliau tidak mengucapkan “Usshali ....” semua itu adalah Bidah yang tidak ada sumbernya dari dari seorangpun  baik dengan sanad shahih ataupun Dhaif.bahkan tidak juga dinukil dari  sahabat Nabi, para Tabi`in dan Ulama yang empat “.
(Zaadul Maad :1/201 ).
 
KESIMPULAN

Dari keterangan diatas jelaslah sudah bahwa melafadzkan niat sebelum Shalat bukan ternasuk tuntunan Rasulullah maupun para Sahabat Rasulullah, dan tidak pula perkataan ulama  yang empat ( Abu Hanifah imam Malik, Syafe`I, Ahmad bin Hanbal). Namun hal tersebut bersumber dari pengikut Imam Syafe`I yang salah dalam memahami ucapan beliau yaitu An Nutqi yang makna sebenarnya yang dimaksud oleh Imam Syafe`I adalah Takbir  bukan melafadzkan niat, dan Walhasil bahwa melafadzkan niat  Ushalii .... merupakan perbuatan Bidah yang harus kita jauhi .

Wallohu A`lam Bisshowab
         Transkip makalah Iyas Abdur Rosyid 


No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar