“iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin”
Hanya Engkaulah Yang Kami Sembah, Dan Anya Kepada Engkaulah Kami Memohon Pertolongan
Pada ayat kelima surat Al Faatihah ini membawa kita pada sebuah pengertian yang khusus, yakni pengkhsusan ibadah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalimat “iyyaka” dalam ayat ini diulang dua kali, untuk menegaskan kepada manusia agar hanya kepada-Nya melakukan peribadahan dan hanya kepada-Nya memohon pertolongan, tidak kepada yang lain. Juga dapat diinterpretasikan sebagai pencapaian untuk merasakan kelezatan bermunajat dengan Sang Kaliq. Bagi hamba Allah yang mempunyai kesadaran dan pengetahuan, menyembah Allah dengan segenap jiwa dan raga merupakan kenikmatan yang luar biasa, tiada kenikmatan di dunia ini selain kenikmatan menyatu dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. “Iyyaka” juga menandaskan bahwa hanya kepada-Nya kita dapat melakukan pembicaraan dengan khusyuk dan tawadhu’ serta penyerahan diri secara total seakan Allah Subhanahu wa Ta'ala berada di hadapan kita. Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah Engkau menyembah Allah itu seakan-akan engkau melihat-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim). Sedangkan “na’budu” pada ayat ini didahulukannya menyebutkan dari pada “nasta’inu” dikandung maksud bahwa menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah suatu kewajiban manusia kepada Sang Pencipta. Adapun meminta pertolongan kepada Tuhan adalah hak hamba setelah menunaikan kewajibannya. Dalam ayat ini Tuhan mengajarkan kepada manusia supaya menunaikan kewajibannya terlebih dahulu, sebelum menuntut haknya. Dalam ayat ke lima ini adalah merupakan tuntunan agar kita tidak menyembah kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hanya Engkaulah Yang Kami Sembah, Dan Anya Kepada Engkaulah Kami Memohon Pertolongan
Pada ayat kelima surat Al Faatihah ini membawa kita pada sebuah pengertian yang khusus, yakni pengkhsusan ibadah dan memohon pertolongan hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalimat “iyyaka” dalam ayat ini diulang dua kali, untuk menegaskan kepada manusia agar hanya kepada-Nya melakukan peribadahan dan hanya kepada-Nya memohon pertolongan, tidak kepada yang lain. Juga dapat diinterpretasikan sebagai pencapaian untuk merasakan kelezatan bermunajat dengan Sang Kaliq. Bagi hamba Allah yang mempunyai kesadaran dan pengetahuan, menyembah Allah dengan segenap jiwa dan raga merupakan kenikmatan yang luar biasa, tiada kenikmatan di dunia ini selain kenikmatan menyatu dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala. “Iyyaka” juga menandaskan bahwa hanya kepada-Nya kita dapat melakukan pembicaraan dengan khusyuk dan tawadhu’ serta penyerahan diri secara total seakan Allah Subhanahu wa Ta'ala berada di hadapan kita. Rasulullah SAW bersabda, “Hendaklah Engkau menyembah Allah itu seakan-akan engkau melihat-Nya” (HR. Bukhari dan Muslim). Sedangkan “na’budu” pada ayat ini didahulukannya menyebutkan dari pada “nasta’inu” dikandung maksud bahwa menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah suatu kewajiban manusia kepada Sang Pencipta. Adapun meminta pertolongan kepada Tuhan adalah hak hamba setelah menunaikan kewajibannya. Dalam ayat ini Tuhan mengajarkan kepada manusia supaya menunaikan kewajibannya terlebih dahulu, sebelum menuntut haknya. Dalam ayat ke lima ini adalah merupakan tuntunan agar kita tidak menyembah kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pengertian IBADAH adalah pemaknaan yang mencakup setiap perbuatan lahir dan bathin yang dicintai Allah serta diridhai-Nya, yang di kemudian dapat mengantar kita kembali kepada-Nya dalam keadaan husnul khatiman. Isti’anah (minta tolong) adalah permohonan untuk tetap berpegang teguh terhadap tali agama Allah. Sedangkan permintaan tolong yang paling hakiki adalah agar kita tidak teledor dan tergelincir dari jalan yang telah ditetapkan-Nya.
Tauhid, dengan jalan memohon pertolongan kepada Tuhan dapat membangkitkan kekuatan diri sendiri, supaya langsung berhubungan dengan Tuhan yang menjadi sumber dari segala kekuatan. Memohon pertolongan kepada Tuhan bukanlah sesuatu kelemahan, karena sejatinya Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah poros kehidupan di alam fana ini. Ayat ini juga telah memberikan pengertian yang dalam bagi kita, terutama berkaitan dengan hak dan kewajiban, ialah hak Allah kepada hamba yang merupakan kewajiban hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan hak hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berarti adalah kepastian bagi Allah kepada hamba-Nya. Kepastian, yang dimaksud adalah kepada sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang ar-Rahman dan ar-Rahim, demikian pula bahwa Allah tidak akan pernah ingkar terhadap apa yang telah kita lakukan. Berawal dari pemahaman serta hikmah dari iyyakana’budu wa iyyaka nasta’iin kita akan mendapatkan pedoman yang tak terbantahkan bahwasanya kewajiban harus didahulukan dilaksanakan barulah menuntut hak. Ini harus menjadi pedoman bagi kita semua, janganlah membalik makna yang demikian akan memungkiri kata hati kita sendiri. Mengabdi lebih dahulu barulah memohon pertolongan, itulah hukum yang telah termaktub dalam takdir-Nya, takdir universal yang tertulis sejak zaman azali.
Memahami, memaknai dan menjalankan apa yang dikatakan sebagai salafush shalih bahwa Al-Fatihah adalah rahasia Al Qur’an. Dan, rahasianya terletak pada iyyakana’budu wa iyyaka nasta’iin. Iyyakana’budu berarti berlepas dari kesyirikan; iyyaka nasta’iin berarti berlepas dari daya upaya dan hanya berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Hanya kepada-Nya kita semua taat serta beribadah. Dan, anya kepada-Nya kita memohon pertolongan dan berbagai hal. Segala urusan berada di tangan-Nya, dan tiada satupun yang memilikinya, walau sebutir debu, selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. (ds)
Disaring dari berbagai sumber.
No comments:
Post a Comment