Senyum dan
tertawa dapat memberi kesan yang baik di dalam kehidupan. Selama hal itu
dilakukan secara wajar dan tidak berlebih-lebihan atau terbahak-bahak sampai
mengeluarkan air mata. Tertawa tidak dilarang dengan Islam, bahkan Rasulullah
SAW juga tertawa dan tersenyum. Namun, tertawa yang melampaui batas adalah
tercela dan dilarang.
Abdul Majid S.
Dalam buku Tertawa Yang Disukai Tertawa
Yang Dibenci Allah mengatakan tertawa berlebihan dapat merusak akhlak.
Saat ini
manusia hidup dalam dunia yang gelap, dimana setiap orang meraba-raba namun
tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih, tidak melihat
tatapan mata persahabatan yang tulus.
Dunia ini
telah berubah menjadi hutan rimba, di mana bahasa globalnya merupakan kekuatan
besi dan baja, bahasa bisnisnya persaingan, bahasa politiknya penipuan, bahasa
sosialnya pembunuhan dan bahasa jiwanya adalah kesepian dan keterasingan.
Sakitnya fisik
hanya kita yang akan merasakan namun jika akhlak yang sakit tidak saja diri
tetapi masyarakat akan ikut merasakan akibat negatifnya.
Betapa
indahnya senyum yang tulus ikhlas dan kasih sayang. Betapa bahagianya jika
sikap ramah dan tolong-menolong menjadi
kebiasaan. Hidup penuh makna dan berarti hanya akan kita dapatkan jika kita
dapat mengusahakan kekuatan kebaikan yang ada pada diri kita, bukan justru
mengembangkan potensi buruk yang senantiasa dipelihara oleh nafsu setan.
Akhlak terpuji
merupakan salah satu kunci kesuksesan namun ironisnya sukar sekali kita
meraihnya, padahal itu adalah pengukur sempurnanya iman kita. Contohnya banyak
di antara kita tertawa terbahak-bahak tanpa dapat mengontrol diri. Padahal,
tertawa yang sederhana merupakan senyum yang indah dan merupakan hiasan yang
membahagiakan.
Tertawa yang
berlebihan juga dapat menyuburkan sifat marah sebagaimana yang dikatakan Abu
Yazid, "Janganlah tertawa berlebihan karena tertawa yang melampaui batas
itu merangsang timbulnya marah, menghilangkan kesabaran dan merendahkan martabat.
Adapun tertawa yang dibenarkan adalah senyum dan tidak mengeluarkan suara
seperti suara keledai.”
Al Hasan
mengatakan ada empat hal yang barangsiapa dapat menghimpun keempatnya dalam
dirinya maka Allah akan menjaga dirinya dari godaan syetan dan mengharamkan
atasnya neraka, yakni orang yang dapat mengontrol dirinya ketika dalam keadaan
senang, takut, nafsu syahwat dan marah.
Keempat hal
tersebut adalah pangkal segala keburukan. Kesenangan terhadap sesuatu adalah
kecenderungan jiwa kepada sesuatu itu karena yakin bahwa hal itu akan
memberinya manfaat. Kesenangan terhadap sesuatu yang tumbuh pada diri
seseorang akan membawanya untuk menuntut yang lebih jauh dari sekadar itu
dengan cara apa pun yang menurutnya dapat mencapai tujuan, padahal cara yang
ditempuh itu tidak selamanya halal.
Sedang nafsu
syahwat adalah kecenderungan jiwa kepada hal-hal yang dapat memberinya kepuasan
dan kenikmatan. Akan tetapi, sering kali nafsu syahwat ini menyeret pada
perbuatan haram misalnya zina, mencuri dan minuman keras. Bahkan, telah
menyeret pula pada kekufuran, sihir, kemunafikan dan bidah. Yang harus
dilakukan oleh setiap mukmin adalah membatasi keinginan syahwatnya pada hal-hal
yang dibolehkan Allah saja. Kalau pun terpaksa harus menurutkan keinginan nafsu
syahwat dengan didasarkan pada niat yang bersih agar mendapatkan pahala, jika
nafsu memaksa untuk marah hendaklah dibatasi pada keinginan menghindarkan
fitnah. Atau jika terpaksa harus memendam, hendaknya dendam itu kepada orang
yang telah berbuat durhaka kepada Allah dan rasul-Nya.
Di sisi lain,
perbuatan menertawakan orang lain bisa mengakibatkan hal-hal yang buruk di
antaranya menimbulkan permusuhan, memutuskan silaturahmi, menimbulkan fitnah,
dengki dan takjub pada diri sendiri, menyuburkan sifat marah dan dendam serta
membuat Allah murka. (ufi)
No comments:
Post a Comment