Surat Al-Fatihah mempunyai
dua tujuan penting: Pertama, masalah Tauhid, khususnya tauhid dalam ibadah.
Ibadah manusia harus terfokus kepada Allah SWT semata, dan selain dari-Nya
tidak pantas dan layak dipuji dan disembah. Kedua, masalah Hari Akhir dan iman
terhadap Hari Perhitungan. Tauhid dan hari akhir adalah tujuan Islam. Faktor
utama Al-Qur’an serta seluruh ajaran Islam dibangun berdasar dua prinsip ini.
Agama Islam mengajak seluruh manusia untuk beriman kepada Allah yang Maha Esa.
Firman Allah. Katakanlah: “Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada
sesuatu kalimat (ketetapan) yang tak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan
sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai
Tuhan selain Allah.” (QS. Ali Imran : 64)
Pelajaran akhlak dalam surah
Al-Fatihah, pelajaran yang bisa kita petik dari surah Al-Fatihah:
1. Seseorang yang
membawa Surah Al-Fatihah dengan membuka basmalah, telah memutus harapan dengan
selain Allah SWT.
2. Dengan memahami
makna rabbul ‘alaim (Tuhan alam
semesta) dan maliki yaumiddin
(Penguasa hari akhir), seseorang mengerti bahwa ia adalah marbub (makhluk yang diatur) dan mamluk (budak), hingga aroganisme, egoisme, akan lenyap darinya.
3. Dengan memahami al-‘alamin (alam semesta), seseorang
memahami bahwa antara dirinya dengan seluruh alam semesta mempunyai relasi dan
hubungan.
4. Basmalah mengisyaratkan
bahwa setiap orang berada dalam naungan kelembutan Allah SWT.
5. Dengan memahami
makna penguasa alam semesta, seseorang tidak akan melalaikan masa depannya.
6. Dengan menetapkan
‘iyyakana’budu (“Hanya kepada-Mu kami
menyembah”) maka pamrih, riya akan hilang.
7. Dengan menghayati
makna iyyaka nasta’in (“Hanya
kepada-Mu kami memohon pertolongan), seseorang tidak pernah takut akan kekuatan
apapun.
8. Dengan memahami
makna an’amta (“Yang engkau berikan
nikmat”), seseorang akan faham bahwa segala kenikmatan ada di tangan-Nya.
9. Dengan memahami
makna ihdina al-shirat al-mustaqim
(“tunjukilah kami jalan petunjuk”), seseorang memahami bahwa ia memohon agar
selalu berjalan di jalan kebenaran dan jalan yang lurus.
10. Dengan menghayati
makna shirathalladzina an’amta ‘alaihim
(“Jalan orang-orang yang engkau berikan nikmat, seseorang mengikrarkan hubungan
para nabi.
11.
Dengan memahami makna, ghairil maghdubi ‘alaihim waladh dhallin (“bukan orang-orang yang
dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat”) seseorang menyatakan berlepas
diri dari kebatilan.
(ds) disaring dari tafsir
populer Al-Fatihah.
No comments:
Post a Comment