Idul Adha
segera tiba. Banyak di antara sahabat kita yang telah mempersiapkan hewan
kurban yang akan disembelih nantinya, bahkan ada yang jauh hari telah menabung
demi mengikuti sunah Rasulullah SAW.
Namun demikian ada pula berapa di antara sahabat kita , yang karena kondisi finansialnya tidak memungkinkan untuk membeli hewan
kurban, kesempatan Idul Adha kali ini mungkin terlewatkan begitu saja. Mudah-mudahan Allah mengabulkan niatnya dan membukakan pintu risqi untuknya.
Kendala demikian oleh beberapa ikhwan kita disiasati dengan berbagai cara. Menabung, arisan, atau patungan di antaranya. Beberapa hari
yang lalu saya ditanya salah seorang saudara tentang bagaimana hukumnya
berurban secara arisan atau urunan (patungan) untuk satu ekor kambing. Sampai pada akhirnya saya
jadi teringat sebuah artikel yang pernah saya
baca dari situs muslim.co.id yang saya kopikan di bawah ini. Untuk lebih jelasnya silakan simak penjelasan
berikut ini,
Segala puji
bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir
zaman.
Hewan yang
digunakan untuk sembelihan qurban adalah unta, sapi[1], dan kambing. Bahkan
para ulama berijma’ (bersepakat) tidak sah apabila seseorang melakukan
sembelihan dengan selain binatang ternak tadi.[2]
Ketentuan Qurban Kambing
Seekor
kambing hanya untuk qurban satu orang dan boleh pahalanya diniatkan untuk
seluruh anggota keluarga meskipun jumlahnya banyak atau bahkan yang sudah
meninggal dunia.
كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّى بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ
“Pada masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ada seseorang (suami) menyembelih
seekor kambing sebagai qurban bagi dirinya dan keluarganya.”[3]
Asy Syaukani
mengatakan, “(Dari berbagai perselisihan ulama yang ada), yang benar, qurban
kambing boleh diniatkan untuk satu keluarga walaupun dalam keluarga tersebut
ada 100 jiwa atau lebih.”[4]
Ketentuan
Qurban Sapi dan Unta
Seekor sapi
boleh dijadikan qurban untuk 7 orang. Sedangkan seekor unta untuk 10 orang
(atau 7 orang)[5]. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu beliau mengatakan,
كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْبَعِيرِ عَشَرَةً
“Dahulu kami
penah bersafar bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tibalah
hari raya Idul Adha maka kami pun berserikat sepuluh orang untuk qurban seekor
unta. Sedangkan untuk seekor sapi kami berserikat sebanyak tujuh orang.”[6]
Begitu pula
dari orang yang ikut urunan qurban sapi atau unta, masing-masing boleh
meniatkan untuk dirinya dan keluarganya. Perhatikan fatwa Al Lajnah Ad Da-imah
berikut.
Soal pertama
dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’ no. 8790
Soal:
Bolehkah
seorang muslim berqurban unta atau sapi untuk tujuh orang, lalu masing-masing
meniatkan untuk orang tua, anak, kerabat, pengajar dan kaum muslimin
lainnya. Apakah urunan tujuh orang tadi masing-masing diniatkan untuk
satu orang saja (tanpa disertai lainnya) atau pahalanya boleh untuk yang
lainnya?
Jawab:
Yang
diajarkan, unta dan sapi dibolehkan untuk tujuh orang. Setiap tujuh orang itu
boleh meniatkan untuk dirinya sendiri dan anggota keluarganya.
Yang
menandatangai fatwa ini:
Anggota:
‘Abdullah bin Qu’ud, ‘Abdullah bin Ghodyan
Wakil ketua: ‘Abdur Rozaq ‘Afifi
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[7]
Wakil ketua: ‘Abdur Rozaq ‘Afifi
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[7]
Bagaimana
Hukum Qurban Secara Kolektif?
Sebagaimana
ketentuan di atas, satu kambing hanya boleh untuk satu orang (dan boleh
diniatkan untuk anggota keluarga), satu sapi untuk tujuh orang (termasuk
anggota keluarganya), dan satu unta untuk sepuluh orang (termasuk anggota
keluarganya), lalu bagaimana jika 1 kambing dijadikan qurban untuk 10 orang
atau untuk satu sekolahan (yang memiliki murid ratusan orang) atau satu desa?
Ada yang melakukan seperti ini dengan alasan dana yang begitu terbatas.
Sebagai
jawabannya, alangkah baiknya kita perhatikan fatwa ulama yang terhimpun dalam
Al Lajnah Ad Da-imah (komisi fatwa di Saudi Arabia) mengenai hal ini.
Soal kedua
dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 3055
Soal:
Ada seorang
ayah yang meninggal dunia. Kemudian anaknya tersebut ingin berqurban untuk
ayahnya. Namun ada yang menyarankan padanya, “Engkau tidak boleh menyembelih
unta untuk qurban satu orang. Sebaiknya yang disembelih adalah satu ekor
kambing. Karena unta lebih utama dari kambing. Jadi yang mengatakan
“Sembelihlah unta”, itu keliru.” Karena apabila ingin berkurban dengan unta,
maka harus dengan patungan bareng-bareng.
Jawab:
Boleh
berkurban atas nama orang yang meninggal dunia, baik dengan satu kambing atau
satu unta. Adapun orang yang mengatakan bahwa unta hanya boleh disembelih
dengan patungan bareng-bareng, maka perkataan dia yang sebenarnya keliru. Akan
tetapi, kambing tidak sah kecuali untuk satu orang dan shohibul qurban (orang yang berqurban) boleh
meniatkan pahala qurban kambing tadi untuk anggota keluarganya. Adapun unta
boleh untuk satu atau tujuh orang dengan bareng-bareng berqurban. Tujuh orang
tadi nantinya boleh patungan dalam qurban satu unta. Sedangkan sapi, kasusnya
sama dengan unta.
Hanya Allah
yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan
sahabatnya.
Yang menandatangai fatwa ini:
Yang menandatangai fatwa ini:
Anggota:
‘Abdullah bin Qu’ud, ‘Abdullah bin Ghodyan
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[8]
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz[8]
Dari
penjelasan ini, maka kita bisa ambil beberapa pelajaran:
- Seorang pelaku qurban dengan seekor kambing boleh mengatasnamakan qurbannya atas dirinya dan keluarganya.
- Qurban dengan sapi atau unta boleh dipikul oleh tujuh orang.
- Yang dimaksud kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang adalah dalam masalah orang yang menanggung pembiayaannya.
- Tidak sah berqurban dengan seekor kambing secara kolektif/urunan lebih dari satu orang lalu diniatkan atas nama jama’ah, sekolah, RT atau desa. Kambing yang disembelih dengan cara seperti ini merupakan daging kambing biasa dan bukan daging qurban.
Solusi Dalam
Iuran Qurban
Solusi yang
bisa kami tawarkan untuk masalah iuran hewan qurban secara patungan adalah
dengan cara arisan qurban. Jadi setiap tahun beberapa orang bisa bergantian
untuk berqurban. Di antara alasan dibolehkan hal ini karena sebagian ulama
membolehkan berutang ketika melakukan qurban.
Imam Ahmad
bin Hambal mengatakan tentang orang yang tidak mampu aqiqah, “Jika seseorang
tidak mampu aqiqah, maka hendaknya ia mencari utangan dan berharap Allah akan
menolong melunasinya. Karena seperti ini akan menghidupkan ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[9] Qurban sama halnya dengan aqiqah.
Sufyan Ats
Tsauri mengatakan, “Dulu Abu Hatim pernah mencari utangan dan beliau pun
menggiring unta untuk disembelih. Lalu dikatakan padanya, “Apakah betul engkau
mencari utangan dan telah menggiring unta untuk disembelih?” Abu Hatim
menjawab, “Aku telah mendengar firman Allah,
لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ
“Kamu akan
memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (QS. Al Hajj: 36)”[10]
Catatan:
- Yang mengikuti arisan tersebut hendaknya orang yang berkemampuan karena yang namanya arisan berarti berutang.
- Harga kambing bisa berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, arisan pada tahun pertama lebih baik setorannya dilebihkan dari perkiraan harga kambing untuk tahun tersebut.
- Ketika menyembelih tetap mengatasnamakan individu (satu orang untuk kambing atau tujuh orang untuk sapi dan unta) dan bukan mengatasnamakan jama’ah atau kelompok arisan.
Bagaimana
dengan Hadits “Ini adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang belum
berqurban”?
Sebagian
orang ada yang beralasan benarnya qurban secara kolektif melebihi ketentuan
syari’at yang dikemukakan di atas dengan alasan hadits Jabir bin ‘Abdillah
berikut,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ « بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى ».
“Aku bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiri shalat Idul Adha di
tanah lapang. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah, beliau
turun dari mimbar kemudian beliau diserahkan satu ekor domba. Lalu beliau
memotong dengan tangannya, lantas bersabda, ‘Bismillah, wallahu akbar. Ini
adalah qurbanku dan qurban siapa saja dari umatku yang tidak ikut berqurban.’”[11]
Mereka beralasan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja niatkan
untuk seluruh umatnya yang tidak berqurban, maka berarti kami boleh niatkan
qurban untuk satu RT, satu sekolahan atau satu desa.
Sanggahan: Mengenai hadits “qurban siapa saja
yang tidak ikut berqurban”, ini adalah khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan tidak untuk yang lainnya. Jadi, beliau diperbolehkan
berkurban untuk seluruh umatnya (selain keluarganya). Sedangkan umatnya hanya
diperbolehkan menyembelih qurban untuk dirinya dan keluarganya sebagaimana
dijelaskan di muka.
Al Qodhi Abu
Ishaq mengatakan, “Perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini –wallahu
a’lam- sebagaimana seseorang boleh berqurban untuk dirinya dan
keluarganya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh berqurban atas
nama seluruh kaum muslimin karena beliau adalah ayah mereka dan istri-istri
beliau adalah ibu mereka.”[12] Oleh karena, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah ayah kaum muslimin, maka beliau diperbolehkan meniatkan
qurban untuk dirinya dan keluarganya (yaitu seluruh kaum muslimin).
Kesimpulan:
- Penyembelihan qurban untuk diri dan keluarga dibolehkan sebagaimana pendapat mayoritas ulama. Hal ini berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
- Penyembelihan qurban untuk diri sendiri dan untuk seluruh umat Islam selain keluarga hanyalah khusus bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang ada mereka hanya menyembelih qurban untuk diri sendiri dan keluarga.
- Sebagian kaum muslimin yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, seperti ini tidak dilakukan oleh para salaf terdahulu.
Semoga
pelajaran yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin sekalian. Segala
puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
***
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal
Dipublikasikan dari rumaysho.com
Pangukan, Sleman, siang hari, 16 Dzulqo’dah 1430 H
Dipublikasikan dari rumaysho.com
Pangukan, Sleman, siang hari, 16 Dzulqo’dah 1430 H
Footnote:
[1] Sebagian
ulama menyamakan kerbau dengan sapi.
[2] Lihat Shahih
Fiqih Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayid Salim, 2/369, Maktabah At
Taufiqiyah.
[3] HR.
Tirmidzi no. 1505, Ibnu Majah no. 3138. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ no. 1142.
[4] Nailul
Author, Asy Syaukani, 8/125, Mawqi’ Al Islam.
[5] Jumhur
(mayoritas) ulama berpendapat bahwa satu unta hanya dijadikan urunan tujuh
orang untuk udh-hiyah karena diqiyaskan dengan unta pada al hadyu. Sedangkan
Asy Syaukani mengatakan bahwa unta udh-hiyah boleh untuk sepuluh orang dan unta
al hadyu untuk tujuh orang. (Shahih Fiqih Sunnah, 2/370)
[6] HR.
Tirmidzi no. 905, Ibnu Majah no. 3131. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini
hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, sebagaimana
dalam Misykatul Mashobih 1469 [17].
[7] Fatawa
Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 11/405, Darul Ifta’
[8] Fatawa
Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 11/403
[9] Lihat Mawsu’ah
Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/11011, Multaqo Ahlul Hadits.
[10] Tafsir
Al Qur’an Al ‘Azhim, Abul Fida’ Ibnu Katsir, 5/426, Dar Thoyibah, cetakan
kedua, tahun 1420 H.
[11] HR. Abu
Daud no. 2810, At Tirmidzi no. 1521. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih
[12] Al
Muntaqo Syarh Al Muwatho’, 3/113, Mawqi’ Al Islam.
No comments:
Post a Comment