pic:wikipedia |
Bulan Sya,ban atau dalam hitungan bulan Jawa biasa
disebut Ruwah. Ruwahan dalam tradisi Jawa adalah saat yang tepat bagi para anak
cucu mengirimkan doa. Bulan Ruwah/ Ruh/Arwah adalah bagiannya para (ruh/arwah)
leluhur. Pada bulan ini biasanya masyarakat berbondong-bondong menuju
pekuburan-pekuburan atau nyadaran. Biasa juga disebut sebagai sadranan untuk
mendoakan arwah nenek moyang mereka. Dalam sebuah masyarakat tertentu, tradisi
ruwahan bahkan dilakukan dengan menggelar pesta tayuban dan sebagainya. Pada
saat ini, para sesepuh kita juga masih ada yang menyediakan ubo rampe/sesaji/pancen.
Anggapan bahwa mbah-mbah kita ”pulang” menengok anak cucu, dan pada saat itu
pula segala kesukaan selama di dunia biasa disajikan untuk menyambut arwah yang
“pulang” tersebut masih menjadi kebiasan. Sebuah tradisi yang tentunya dalam Islam tidak
bisa memahami konsep seperti itu. Bahkan dilarang. Sebuah kematian yang dialami
oleh seseorang akan menjadi sebuah perjalanan tersendiri bagi (ruh) orang itu.
Memikirkan bagaimana mempertanggungjawabkan perbuatan selama di dunia saja
mereka (Para ruh itu) masih harap-harap
cemas. Apakah diterima atau tidak, apakah sempat memikirkan mengunjungi sanak
kerabatnya di dunia? Wallahu a’lam bishowab.
Lantas bagaimana Islam
mengajarkan dalam menyambut bulan Sya’ban yang tepat ketika semua amalan-amalan di angkat ke Rabbul ‘Alamin. Sesungguhnya Rosulullah SAW telah mencontohkan bagaimana
kita seharusnya menyambut bulan Sya’ban ini. Apa yang biasa dilakukan
Rosulullah di bulan ini untuk menyambut bulan Romadhon yang akan datang? Di antara
sikap yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin pada bulan ini adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung
bilangan hari bulan Syaban.
Sepatutnya
umat Islam menghitung bulan Sya’ban dalam rangka menyambut hadirnya tamu yang
mulia yaitu bulan Ramadhan, karena bulan itu juga berjumlah 29 dan juga bisa
berjumlah 30 hari, sedangkan puasa bulan Ramadhan itu dimulai saat bulan
terlihat, jika bulan tidak terlihat karena tertutup awan, maka bulan Sya’ban
digenapkan bilangannya menjadi 30 hari. Allah pencipta langit dan bumi telah
menciptakan bulan sebagai sarana peerhitungan waktu agar manusia mengetahui
jumlah tahun dan perhitungannya. Satu bulan itu tidak lebihdari 30 hari.
DariAbu Hurairah, dia bercerita,
bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
Artinya: “Berpuasalah karena
(kalian telah) melihat (bulan), dan berbukalah karena telah melihat bulan pula.
Dan jika bulan itu tertutup dari pandangan kalian, maka genapkanlah bulan
Sya’ban menjadi 30 hari.”(HR.Bukhari : IV/106)
Juga
dari ‘Abdullah binUmar, Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Janganlah kalian
berpuasa sehingga kalian melihat bulan dan janganlah kalian berbuka hingga
kalian melihatnya dan jika bulan itu terhalang dari kalian, maka perkirakanlah
ia.” (HR Bukhari: IV.102) dan Muslim:1080)
2. Puasa sunnah
bulan Sya’ban (paruh pertama)
Telah
diriwayatkan secara sahih sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,
(Dari Aisyah dia berkata: “Rasulullah SAW berpuasa sampai kami katakana
beliau tidak pernah berbuka. Beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak
pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan
kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak
dari bulan Syaban.”
Sebagian
ulama di antaranya Ibnul Mubarak dan selainnya telah menguatkan bahwa nabi
tidak pernah menyempurnakan puasa bulan Sya’ban akan tetapi beliau banyak
berpuasa di dalamnya. Di dalam Shahihain dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Tidaklah
Rasulullah SAW berpuasa satu bulan penuh selain bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan
juga dari Usamah bin Zaid, dia berkata: Saya berkata: “Ya Rasulullah,
saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam satu
bulan dari bulan-bulan yang ada, seperti puasamu di bulan Sya’ban.”
Ibnu Rajab Rahimahullah, berkata:”Puasa
bulan Sya’ban lebih utama dari puasa bulan-bulan haram (Dzulqa’dah,
Dzulhijjah,Muharram,Rajab), dan amalan-amalan sunnah yang paling utama adalah
yang terdekat dengan Ramadhan, yakni sebelum dan sesudahnya”.
3. Bulan di mana
amalan-amalan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin.
Inilah
sebagian keutamaan dari bulan Sya’ban yaitu amalan-amalan manusia diangkat
kepada Rabbul ‘Alamin, namun hendaknya janganlah karena sebab ini semata-mata
kemudian kita melakukan suatu amalan tertentu, pada waktu tertentu dan yang
lainnya. Padahal perkara tersebut tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW. Hal
ini sebagaimana telah datang pada sebuah hadits dari Rasulullah SAW yang
artinya:”Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara bulan Rajab dan
bulan Ramadhan, dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan ke
Rabbul ‘Alamin. Dan saya suka untuk diangkat amalan-amalan saya sedangkan saya
sedang dalam keadaan berpuasa (HR. Nasa’i)
Di
dalam hadits tersebut di atas ada sebuah dalil tentang disunahkannya untuk
meghidupkan waktu di mana manusia lalai darinya dengan ketaatan. Sebagaimana
sebagian salaf, mereka menyukai untuk menghidupkan antara waktu maghrib dan
isya’ dengan shalat, mengkaji ilmu , sedangkan saat itu adalah waktu yang
dilalaikan oleh kebanyakan orang.
Sebagaimana
juga disukai untuk dzikir kepada Allah di pasar, karena itu merupakan dzikir di
tempat kelalaian di antara orang-orang lalai. Dan menghidupkan waktu yang manusia
lalai darinya dengan ketaatan yang sarat
akan faedah dan tentunya sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW.Di
antaranya menjadikan amalan tersebut dengan diam-diam, sedangkan
menyembunyikannya itu lebih utama daripada
memberitahukan kepada orang lain, terlebih-lebih puasa, karena puasa itu
merupakan rahasia antara Allah dn hambanya. Oleh karena itu dikatakan adanya
tidak ada riya’.
Sebagian
kaum salaf ada yang berpuasa bertahun-tahun tetapi tidak ada seorangpun yang
tahu. Mereka keluar dari rumanya menuju pasar dengan membawa bekal dua potong
roti, kemudian keduanya disedekahkan padahal dia sendiri itu sedang berpuasa.
Keluarganya mengira dia telah memakannya dan orang-orang dipasar menyangka
bahwa dia telah makan dirumahnya. Dan kaum salaf menyukai hal-hal yang bisa
untuk menyembunyikan puasanya.
Dari
Ibnu Ma’ud, dia berkata: “Jika kalian akan berpuasa maka berminyaklah
(yakni, memoles bibirnya dengan minyak agar tidak terkesan sedang beruasa).”
Pernyataan Ibnu Masud ini diperkuat oleh perkataan Qatadah: ,”Dianjurkan
bagi orang berpuasa untuk berminyak
sampai hilang darinya kesan berpuasa..”
4. Bulan yang
paling dicintai Rasulullah SAW dalam berpuasa sunnah.
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda
yang artinya.: “Bbulan yang paling dicintai Rasulullah untuk berpuasa
padanya adalah Sya’ban kemudian beliau sambung dengan Ramadhan.” (HR.
Abu Dawud)
Ibnu Rajab Rahimahullah, berkata : “
Puasa di bulan Syaban lebih uatama dari puasa di bulan haram. Dan amalan sunah
yang paling utama adalah dekat dengan Ramadhan sebelum dan sesudahnya.”
Inilah
sebagian hal yang harus disikapi oleh kaum muslimin dengan pasti. Seharusnya
kita meneliti ulang kalau seandainya hadir di tengah kita suatu amalan-amalan
yang dianggap sakral dan spesifik dan
hal itu dianggap benar oleh sebagian kaum muslimin. Seperti halnya
shalat Nishfu Sya’ban, membaca doa dan surat tertentu, bahkan merayakan dengan
sifat tertentu, menyalakan api, mandi
basah untuk menyambut bulan suci bahkan latihan uasa ramadhan dengan beruasa
sya’ban tanpa berbuka dan yang lainnya.
Komentar sebagian salaf.
Berkata
Zaid bin Alam: Kami tidak menemukan seorangun dari sahabat kami, tidak pula
fuqaha’nya, yang memedulikan malam nishfu sya’ban. Merekapun didak acuh
terhadap haditsnya “makhul”’, dan mereka berendapat malam nishfu sya’ban tidak
lebih uatama dibandingkan malam yang lainnya (Albaits’ala inkaril bida’wal
hawadits:119)
Akhirnya
bulan Syaban juga termasuk bulan mulia, hendaknya kita mengisinya dengan
memerbanyak amalan ibadah dan uasa secara khusus dalam rangka untuk melatih
diri ersiapan datangnya bulan Ramadhan, hal ini sebagaimana hadits Rasulullah
SAW: Saya tidak ernah melihat RasulullahSAW menyemurnakan puasa satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak ernah
melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban (HR. Bukhari dan
Mislim).
Namun telah dating hadits yang lain
bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:Jika bulan Syaban telah berlalu separuh,
maka janganlah beruasa. (HR. Imam yang lima, Imam Ahmad mengangga munkar).”
No comments:
Post a Comment