Translate

Tuesday 16 December 2014

RIYA’


Riya’ adalah beramal dengan amal akhirat bukan karena Allah SWT melainkan karena pamrih duniawi. Orang mengerjakan shalat zakat, puasa haji tilawah Qur’an hanya untuk mencari keridhaan manusia agar disanjung, dipuji-puji dengan perbuatannya tersebut. Rasulullah Muhammad SAW menamakan perbuatan tersebut dengan syrk ashghar (syirik yang terselubung). Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah syirik kecil itu?” Rasulullah SAW menjawab, “Syirik kecil itu adalah riya’.” Ketika semua orang mendapat balasan pahala amal salehnya, Allah berfirman kepada orang yang riya’ di dalam amalnya, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang menyebabkan diri kalian menjadi riya’ karenanya, dan lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan-balasan amal dari mereka.” (HR Ahmad). Penyakit riya’ amatlah sulit diketahui, namun ada beberapa tanda yang dapat dijadikan ukuran bahwa seseorang mengidap penyakit riya’:


1.       Merasa ringan bila melakukan ibadah di hadapan atau lingkungan orang lain, tetapi merasa berat apabila dilakukan sendiri yang tanpa orang lain mengetahui.
2.       Merasa senang bila orang lain memuji aktivitas ibadahnya, masgul manakala tidak ada yang memperhatikan dan menyanjungnya.
3.       Dalam pergaulan lebih senang bergaul dengan orang-orang kaya ketimbang dengan orang miskin.
4.       Ada perubahan sikap, penampilan manakala berbicara dengan para pembesar atau penguasa.
5.       Apabila dia seorang yang berilmu (alim) suka menasehati orang lain seolah-olah paling baik.

Tatkala merasakan adanya tanda-tanda tersebut maka akan sangatlah sulit menanamkan rasa ikhlas di dalam hatinya. Namun janganlah sekali-kali meninggalkan amal ibadahnya hanya karena belum mampu untuk ikhlas.

Langkah-langkah yang bisa ditempuh untuk membebaskan hati dari penyakit riya’:
1.      Mengawali semua amal ibadah dengan iman, bukan atas panggilan manusia ataupun pamrih pribadi.
2.      Selalu ingat terhadap bahaya riya’ dalam amal, yakni terhapusnya pahala di sisi Allah SWT.
3.      Merasakan manisnya buah keikhlasan, yaitu adanya pengakuan dari Allah SWT, diterimanya amal dan balasan pahala yang berlimpah di sisi Allah SWT.
4.      Mencabut akar dari hati bahwa riya’ adalah keinginan dan kecintaan terhadap pujian orang lain. maka kecintaan terhadap pujian orang lain. Maka kecintaan dan keinginan itu harus ditujukan semata mencari ridha Allah SWT.
5.      Menghadirkan niat dalam hati dengan penuh keikhlasan sejak awal melakukan ibadah seraya memohon perlindungan Allah dari godaan setan.

Dengan berbuat riya’ dengan tanpa sadar seseorang telah berbuat syirik kepada Allah SWT. Melakukan ibadah dengan tidak didasari keikhlasan kepada-Nya. Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Maka yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5). Dalam surat yang lain Allah berfirman, “Barangsiapa berharap berjumpa dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi:110). Ds

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar