Riya’ adalah beramal dengan amal
akhirat bukan karena Allah SWT melainkan karena pamrih duniawi. Orang
mengerjakan shalat zakat, puasa haji tilawah Qur’an hanya untuk mencari
keridhaan manusia agar disanjung, dipuji-puji dengan perbuatannya tersebut.
Rasulullah Muhammad SAW menamakan perbuatan tersebut dengan syrk ashghar
(syirik yang terselubung). Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takuti atas kamu sekalian adalah syirik
kecil.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apakah syirik kecil itu?”
Rasulullah SAW menjawab, “Syirik kecil itu adalah riya’.” Ketika semua
orang mendapat balasan pahala amal salehnya, Allah berfirman kepada orang yang
riya’ di dalam amalnya, “Pergilah kalian kepada orang-orang yang menyebabkan
diri kalian menjadi riya’ karenanya, dan lihatlah apakah kalian mendapatkan
balasan-balasan amal dari mereka.” (HR Ahmad). Penyakit riya’ amatlah sulit
diketahui, namun ada beberapa tanda yang dapat dijadikan ukuran bahwa seseorang
mengidap penyakit riya’:
1.
Merasa ringan bila melakukan ibadah di hadapan atau
lingkungan orang lain, tetapi merasa berat apabila dilakukan sendiri yang tanpa
orang lain mengetahui.
2.
Merasa senang bila orang lain memuji aktivitas
ibadahnya, masgul manakala tidak ada yang memperhatikan dan menyanjungnya.
3.
Dalam pergaulan lebih senang bergaul dengan orang-orang
kaya ketimbang dengan orang miskin.
4.
Ada perubahan sikap, penampilan manakala berbicara
dengan para pembesar atau penguasa.
5.
Apabila dia seorang yang berilmu (alim) suka menasehati
orang lain seolah-olah paling baik.
Tatkala merasakan adanya
tanda-tanda tersebut maka akan sangatlah sulit menanamkan rasa ikhlas di dalam
hatinya. Namun janganlah sekali-kali meninggalkan amal ibadahnya hanya karena
belum mampu untuk ikhlas.
Langkah-langkah yang bisa
ditempuh untuk membebaskan hati dari penyakit riya’:
1.
Mengawali semua amal ibadah dengan iman, bukan atas
panggilan manusia ataupun pamrih pribadi.
2.
Selalu ingat terhadap bahaya riya’ dalam amal, yakni
terhapusnya pahala di sisi Allah SWT.
3.
Merasakan manisnya buah keikhlasan, yaitu adanya
pengakuan dari Allah SWT, diterimanya amal dan balasan pahala yang berlimpah di
sisi Allah SWT.
4.
Mencabut akar dari hati bahwa riya’ adalah keinginan
dan kecintaan terhadap pujian orang lain. maka kecintaan terhadap pujian orang
lain. Maka kecintaan dan keinginan itu harus ditujukan semata mencari ridha
Allah SWT.
5.
Menghadirkan niat dalam hati dengan penuh keikhlasan
sejak awal melakukan ibadah seraya memohon perlindungan Allah dari godaan
setan.
Dengan berbuat riya’ dengan
tanpa sadar seseorang telah berbuat syirik kepada Allah SWT. Melakukan ibadah
dengan tidak didasari keikhlasan kepada-Nya. Allah berfirman, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Maka
yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5). Dalam surat
yang lain Allah berfirman, “Barangsiapa
berharap berjumpa dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seseorangpun dalam beribadah kepada Tuhannya.” (QS.
Al-Kahfi:110). Ds
No comments:
Post a Comment