Translate

Monday 1 February 2016

UJUB DAN TAKABUR

 
pict from kaskus.com
Hayazid Al-Busthami, adalah seorang Sufi dan pengajar tasawuf, diantara jama’ahnya ada seorang santri yang mempunyai murid banyak, santri itu juga menjadi kyai bagi jama’ahnya sendiri. Karena telah mempunyai murid, santri itu selalu berpakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban serta wewangian tertentu. 


Suatu saat muridnya itu mengadu kepada Bayazid, “Tuan guru, saya sudah beribadah tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan berpuasa setiap hari, tapi anehnya saya belum mengalamai peristiwa ruhani yang seperti Tuan guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apapun yang Tuan Guru gambarkan.” Bayazid menjawab, “Sekiranya engkau beribadah tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu.” Murid itupun heran, “Mengapa ya Tuan guru?” “Karena kau tertutup olehmu sendiri.” Jawab Bayazid. “Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap” pinta sang murid. “Bisa” jawab Bayazid. “Tapi kau takkan melakukannya.” “Tentu saya akan melakukannya.” Sanggah sang murid itu. “Baiklah kalau begitu”, kata Bayazid, “Sekarang tanggalkan pakaianmu, sebagai gantinya pakailah baju yang lusuh, sobek dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang, pergilah kau ke pasar, kumpulkan anak sebanyak mungkin katakan pada anak-anak itu, Hai anak-anak, barang siapa diantara kalian yang mau menampar mukaku satu kali, aku beri satu kantung kacang.” Lalu datangi jamaah’mu yang sering mengagumi kamu dan memuji-muji kamu, katakan juga pada mereka, “Siapa yang mau menampar mukaku aku beri kacang satu kantong”. “Subhanallah, masya Allah, lailahailallah,” Kata murid itu terkejut. Bayazid Al-Busthami berkata, “Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir.” Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?” Bayazid menjawab, “Karena kelihatannya kamu sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kamu sedang memuji dirimu sendiri. Ketika kau katakan Tuhan Maha Suci, seakan-akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu.” “Kalau begitu,” murid itu kembali meminta, “Berilah saya nasihat lain.” Bayazid Al-Busthami menjawab, “Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya.”

Ceritera yang mengandung pelajaran yang sangat berharga. Bayazid Al-Busthami mengajarkan bahwa orang-orang yang sering beribadah mudah terkena penyakit ujub dan takabur. “Hati-hatilah dengan ujub” pesan iblis dahulu. Iblis beribadah ribuan tahun kepada Allah SWT, tetapi karena ujubnya kepada Adam AS, Tuhan menjatuhkan derajat iblis yang serendah-rendahnya. Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan istimewa. Bayazid Al-Busthami, menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita adalah untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. 

Hanya dengan itu kita dapat mencapai hadirat Allah SWT. Orang-orang yang suka mengaji juga bisa jatuh kepada Ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak. Suatu hari seorang datang kepada Nabi Saw, “Ya Rasulullah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat ku pegang teguh.” Nabi menjawab, “Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian beristiqamahlah kamu.” Ujub sering terjadi di kalangan orang-orang yang banyak ibadah, karena merasa ibadahnya sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan, orang yang gemar ibadah cenderung jatuh pada perasaan tinggi hati. Ibadah dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di masyarakat. Orang tu akan tersinggung manakala tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Ia ingin disambut di setiap majelis dan diberi tempat duduk yang utama. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnad-nya; suatu hari di depan Rasulullah Saw Abu Bakar menceritakan seorang sahabat yang sangat rajin ibadah. Tetapi Rasulullah Saw tidak memberikan komentar apa-apa, para sahabat keheranan, tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi Saw, “Itulah orang yang tadi kita bicarakan ya Rasulullah.” Nabi hanya berkata, “Aku lihat ada bekas sentuhan syetan di wajahnya”. Kemudian Nabi Saw mendekati orang itu seraya beliau berkata, “Bukanlah kalau kamu datang di suatu majelis kamu merasa kamulah yang paling salih di majelis itu?” Sahabat yang ditanya menjawab, “Allahumma, na’am. Ya Allah memang begitulah aku.” Orang itu kemudian meninggaklan majelis Nabi. Setelah itu Rasulullah Saw bertanya kepada para sahabat, “Siapakah diantara kamu yang mau membunuh orang itu.” “Aku” Jawab Abu Bakar.
Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi “Ya Rasulullah, bagaimana aku harus membunuhnya? Sedang ru’ku.” Nabi Saw tetap bertanya, “Siapa yang mau membunuh orang itu.” Umar bin Khaththab menjawab, “Aku”. Tetapi seperti halnya Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, “Bagaimana aku membunuhnya seorang yang sedang bersujud meratakan dahinya di atas tanah?” Nabi masih bertanya, “Siapa yang akan membunuh orang itu?” Imam Ali Bangkit, “Aku”. Ia keluar dengan membawa pedang, namun beberapa saat ia kembali dengan pedang yang masih bersih, tanpa noda darah sedikit pun seraya berkata, “Ia telah pergi ya Rasulullah.” Kemudian Nabi Saw bersabda, “Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku ….” Nabi Muhammad Saw, memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam.

Ujub menjadi penghalang naiknya umat islam ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya hanyalah satu, belajarlah menghinakan diri sendiri, merendahkan hati kita seperti yang diajarkan dan dinasihatkan Bayazid Al-Busthami kepada para santri-santrinya. (ds) wallahua’lam bishawab. Disaring dari berbagai sumber.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar