Pada masa
Rasulullah, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid. Dikenal
sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya
termasuk orang yang rajin dan taat.
Dari sudut
ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang
telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah.
Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak
orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada
suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan
Rasulullah.
“Coba engkau
temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang
terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid
kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi.
Sambil
tersenyum beliau berkata:
“Maukah engkau
saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu
adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal
akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak
lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku
yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya
Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di
rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
“Ada keperluan
apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullah saw
yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid
sedikit gugup.
“Wahai anak
muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.”
Fulan menemui
putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya,
“Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah
lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi
itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian
memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil
memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan
kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah
engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya,
” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah
menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti
tibanya malam yang dinantikan para pengantin.”
Zulebid
tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah
diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan
bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk
kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku
yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya
cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua
kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang.
Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya
menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu,
namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku
menyertaimu”
Zulebid lalu
bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah
berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang
musuh pun tewas ditangannya.
Ia bertarung
merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhi…ketika
sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di
dadanya. Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang
berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan,
pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya.
Sambil
bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu
dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan
masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman
sepermainannya.
Berganti
bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya.
Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi
tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan.
Wajah cantik
itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat
pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum
menghiasinya … Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
Rasulullah dan
para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para
mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan
mayat musuh.
Akhirnya
dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada
lain.
Tanpa
dimandikan …
Tanpa
dikafankan …
Tanah terakhir
ditutupkan ke atas makam Zulebid.
Rasulullah
terpekur di samping pusara tersebut.
Para sahabat
terdiam membisu.
Sejenak
kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis.
Air mata
berlinang di dari pelupuk mata beliau, Lalu beberapa waktu kemudian beliau
seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum.
Wajah beliau
berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah
menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah
pandangan mata beliau.
Akhirnya
keadaan kembali seperti semula ..
Para shahabat
lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
“Wahai
Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul,
“Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo ..
Zulebid, pagi
tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari
ini juga. Ini hari bahagia.Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam
Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa
kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
” Aku
menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi
wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput
Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu
mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya
mereka lagi.
“Aku mengalihkan
pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang
menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki
Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit
tersingkap betisnya.”
Di rumah, istri
Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar
suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang
…
Terlelap ia,
sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata ..
Lamat-lamat ia
seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan .. Tersenyum, namun wajahnya
menyiratkan kesedihan pula ..
Terdengar
Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah
bidadari sejatiku. Semua bidadari disini pabila aku menyebut namamu akan
menggumamkan cemburu padamu…. Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di
hatiku.”
Istri Zulebid,
terdiam.
Matanya basah …
Ada sesuatu
yang menggenang disana ..
Seperti tak
lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi ..
Dan bayangan
suaminya yang baru saja hadir ..
Ia menggerakkan
bibirnya ..
“Suamiku, aku
mencintaimu …
Dan dengan
semua ketentuan Allah ini bagi kita ..
Aku ikhlas …..”
Dan,..
Akan kemanakah
kumbang terbang ..
Pada siapa
rindu mendendam ..
Kekasih yang terkasih
..
Pencinta dan
yang dicinta ..
Semua berurai
air mata ..
Sedih, ataukah
bahagia …..?
Anonim. Semoga
Bermanfaat Aminnn ....
No comments:
Post a Comment