Translate

Friday, 15 May 2020

ISTIQAMAH MENGEMBAN KEBENARAN


Siapakah yang lebih baik ucapannya daripada ucapan orang yang menyeru manusia kepada (agama) Allah dan beramal salih serta berkata, “Aku termasuk orang yang berserah diri.”  (TQS  Fushshilat [41]: 33).

Sejarah manusia tidak pernah kosong dari pertarungan antara kebenaran dan kebatilan. Para penyeru kebaikan senantiasa mendapat tantangan dan halangan dari para penyeru kebatilan.


Inilah yang dialami oleh para nabi dan rasul. Lihatlah bagaimana dakwah yang dilakukan oleh Nabi Musa as yang mendapatkan tentangan keras dari Fira’un. Sebelumnya, Nabi Ibrahim as yang harus menghadapi kekejaman Raja Namrud. Dan, Nabi kita, Muhammad SAW dakwahnya ditentang keras oleh kaum kafir Qurays.

Di awal dakwah beliau di Mekkah, penentangan terhadap dakwah sangat besar. Keluarga Yasir ra disiksa dengan siksaan yang sangat pedih karena mengikuti Rasulullah SAW. Istri Yasir, Sumayah, dibunuh karena berpegang teguh kepada ajaran Nabi SAW.

Abu Bakar ra pun pernah dipukuli hingga wajahnya babak-belur karena seruan dakwahnya di hadapan orang banyak di samping Ka’bah. Bahkan Rasulullah saw, utusan Allah yang mulia, pernah disiram dengan kotoran kambing, diludahi dan diperlakukan dengan sangat buruk.

Begitulah, para pengemban kebenaran senantiasa diuji. Sebaliknya, orang-orang kafir senantiasa berusaha memalingkan kita, kaum Muslim, dari Islam. Inilah yang dinyatakan oleh Allah SWT:
Orang-orang kafir tidak pernah berhenti memerangi kalian hingga mereka mengembalikan kalian dari agama kalian (pada kekafiran) seandainya mereka mampu (TQS al-Baqarah [2]: 217).

Inilah karakter orang-orang kafir dan para antek mereka sejak dulu hingga sekarang dan bahkan sampai kapan pun.

Maka kalau saat ini, orang-orang kafir Barat berupaya melakukan propaganda negatif terhadap Islam dan kaum Muslim, ya begitulah karakter mereka. Tujuannya hanya satu, membungkam dakwah Islam, agar umat manusia tidak tertunjuki ke jalan kebenaran. Mereka tidak ingin umat Islam paham terhadap agamanya. Mereka tidak ingin umat Islam menerapkan ajaran agamanya secara kaffah.

Maka, jangan heran bila Barat dan kaki tangannya menyebut kaum Muslim yang ingin menerapkan Islam secara kaffah sebagai kelompok radikal. Jangan heran pula bila mereka menyerang ajaran Islam tentang kenegaraan yakni khilafah, sebagai ancaman.

Padahal menegakkan Khilafah telah disepakati kewajibannya berdasarkan dalil al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat, termasuk ijmak para ulama. Khilafah pun secara historis pernah menjadi bagian penting dalam kehidupan keseharian umat Islam, termasuk di Nusantara ini. Bahkan, berkat khilafah, peradaban dunia bisa maju seperti sekarang.

Lalu bagaimana kita kaum Muslim menyikapi keadaan ini. Mari kita belajar kepada baginda Nabi SAW dan para sahabat ridwannullah alayhim. Mereka tak takut dengan ancaman dan berbagai perlakuan buruk. Mereka istiqamah mengemban dakwah. Mereka tetap bersuara lantang menyuarakan kebenaran. Amar ma’ruf nahi munkar!

Inilah dorongan iman. Sebab, dakwah merupakan sebaik-baik perkataan dan seruan. Allah SWT berfirman:
Siapakah yang lebih baik ucapannya daripada ucapan orang yang menyeru manusia kepada (agama) Allah dan beramal salih serta berkata, “Aku termasuk orang yang berserah diri.”  (TQS  Fushshilat [41]: 33).

Tantangan dan gangguan, termasuk siksaan dan penganiayaan orang-orang kafir dalam dakwah adalah bagian dari sunnatullah bagi para penyampai kebenaran. Maka, ketika penderitaan berat dialami oleh para sahabat sehingga mereka bertanya kepada Nabi: kapan pertolongan Allah akan datang? Allah SWT lalu menurunkan firman-Nya:

Apakah kalian mengira akan masuk surga, padahal belum datang atas kalian cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncangkan (dengan berbagai macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (TQS al-Baqarah [2]: 214).


Harus ada keyakinan dalam diri kita bahwa kita punya Allah. Allah-lah tempat kita bergantung dan meminta pertolongan. Ingatlah firman Allah SWT:
 “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan sebaik-baik Pelindung.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 173).

Karena itu, sabar dan tawakal kepada Allah harus ada dalam diri kita. Jangan pernah kita bertawakal kepada manusia, sebab tidak layak manusia jadi tempat bergantung kita. Akhirnya, Islam harus didakwahkan, disuarakan dengan suara yang lantang. Tidak boleh berhenti. Hingga akhirnya Islam bisa tegak di muka bumi. Menjadi rahmatan lil ‘alamin. Sumber : seruanmasjid.com

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar