Translate

Thursday, 22 August 2013

AKAD JANGAN DILUPAKAN

Abdul Mutholib sangatlah bersuka cita, ketika Aminah mengabarkan akan kelahiran cucunya. Ia pun menggendong cucunya itu lalu memasuki kabah, mendoakan cucunya itu dan kemudian memberinya nama Muhammad. Muhammad dilahirkan di Mekah pada hari Senin, 12 Rabiuul Awwal tahun 571. Lahir dari seorang Ibu bernama Aminah dan ayah bernama Abdullah. Di masa itu orang-orang mulia suku Quaraisy mempunyai kebiasaan untuk menyerahkan anak mereka kepada para ibu susuan yang berasal dari desa (pedalaman) dengan tujuan agar di tahun-tahun pertama kehidupannya sang anak hidup di udara pedalaman yang masih segar, hingga diharapkan badannya menjadi sehat. Oleh karena itu Abdul Muthalib mencari ibu susuan bagi cucu tercintanya Muhammad. Ketika itu datanglah wanita-wanita Bani Sa’ad di Mekah, mereka mencari anak-anak untuk disusui diantara mereka adalah Halimah As Sa’diyyah. Semua wanita itu telah mengambil anak untuk disusui kecuali Halimah As Sa’diyyah, ia tidak menemukan anak kecuali Muhammad. Mula-mula ia enggan untuk menyusui karena Muhammad adalah anak yatim. Namun ia tidak suka manakala kembali tanpa membawa anak susuan. Akhirnya Halimah As Sa’diyyah mengambil Muhammad karena tidak ada bayi lain selain Muhammad untuk disusui. Karena kehendak Allah SWT Halimah As Sa’diyyah banyak mendapatkan berkah selama menyusui Muhammad.

Nabi Muhammad SAW menjadi salah satu teladan anak sepersusuan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa nabi Muhammad SAW adalah saudara sepersusuan Hamzah, karena selain menyusui nabi Muhammad Halimah juga menyusui Hamzah. Dalam firman Allah SWT, dijelaskan bahwa seorang ibu berkewajiban menyusui anaknya hingga du atahun penuh. “Bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, seorang ibu diperintahkan menyusui anaknya hingga dua tahun penuh. Tetapi boleh juga seorang anak disusukan oleh orang lain yang bukan ibunya.” Berdasarkan Surat Al Baqarah ayat 233.
Namun yang harus diperhatikan dalam mencari ibu susuan harus jelas status dari ibu-ibu susuan tersebut, terutama moral dan kebersihannya. Pertemuan antara ibu susuan dengan ibu haruslah terjalin dengan baik disertai akad perjanjian yang baik hingga di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sedangkan kewajiban seorang ayah adalah membiayai proses penyusuan tersebut. Seyogyanya ibu tetap menyusui putra-putrinya sampai batas yang telah ditentukan baik oleh agama maupun kesehatan. Jangan karena alasan menjaga kecantikan seorang ibu enggan bahkan tidak mau menyusui anaknya. (ds) 8/10

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar