Abdul Mutholib sangatlah
bersuka cita, ketika Aminah mengabarkan akan kelahiran cucunya. Ia pun
menggendong cucunya itu lalu memasuki kabah, mendoakan cucunya itu dan kemudian
memberinya nama Muhammad. Muhammad dilahirkan di Mekah pada hari Senin, 12
Rabiuul Awwal tahun 571. Lahir dari seorang Ibu bernama Aminah dan ayah bernama
Abdullah. Di masa itu orang-orang mulia suku Quaraisy mempunyai kebiasaan untuk
menyerahkan anak mereka kepada para ibu susuan yang berasal dari desa
(pedalaman) dengan tujuan agar di tahun-tahun pertama kehidupannya sang anak
hidup di udara pedalaman yang masih segar, hingga diharapkan badannya menjadi
sehat. Oleh karena itu Abdul Muthalib mencari ibu susuan bagi cucu tercintanya
Muhammad. Ketika itu datanglah wanita-wanita Bani Sa’ad di Mekah, mereka
mencari anak-anak untuk disusui diantara mereka adalah Halimah As Sa’diyyah.
Semua wanita itu telah mengambil anak untuk disusui kecuali Halimah As
Sa’diyyah, ia tidak menemukan anak kecuali Muhammad. Mula-mula ia enggan untuk
menyusui karena Muhammad adalah anak yatim. Namun ia tidak suka manakala kembali
tanpa membawa anak susuan. Akhirnya Halimah As Sa’diyyah mengambil Muhammad
karena tidak ada bayi lain selain Muhammad untuk disusui. Karena kehendak Allah
SWT Halimah As Sa’diyyah banyak mendapatkan berkah selama menyusui Muhammad.
Nabi Muhammad SAW menjadi
salah satu teladan anak sepersusuan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa
nabi Muhammad SAW adalah saudara sepersusuan Hamzah, karena selain menyusui
nabi Muhammad Halimah juga menyusui Hamzah. Dalam firman Allah SWT, dijelaskan
bahwa seorang ibu berkewajiban menyusui anaknya hingga du atahun penuh. “Bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan,
seorang ibu diperintahkan menyusui anaknya hingga dua tahun penuh. Tetapi boleh
juga seorang anak disusukan oleh orang lain yang bukan ibunya.” Berdasarkan
Surat Al Baqarah ayat 233.
Namun
yang harus diperhatikan dalam mencari ibu susuan harus jelas status dari
ibu-ibu susuan tersebut, terutama moral dan kebersihannya. Pertemuan antara ibu
susuan dengan ibu haruslah terjalin dengan baik disertai akad perjanjian yang
baik hingga di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan kewajiban seorang ayah adalah membiayai proses penyusuan tersebut.
Seyogyanya ibu tetap menyusui putra-putrinya sampai batas yang telah ditentukan
baik oleh agama maupun kesehatan. Jangan karena alasan menjaga kecantikan
seorang ibu enggan bahkan tidak mau menyusui anaknya. (ds) 8/10
No comments:
Post a Comment