Translate

Sunday 27 April 2014

Hakikat Jabat dalam Pandangan Islam

Hakikat Jabat dalam Pandangan Islam

                Di masa Rosulullah SAW kepala Negara dijabat beliau sebagai Nabi sekaligus rosul sebagai penyampai risalah (Tablighur risalah). Sepeninggal Rosulullah tidak ada lagi  nabi yang membawa risalah dan menyampaikan risalah. Kedudukan nabi tidak ada pengganti karena beliau adalah nabi terakhir, namun kedudukan beliau  sebagai kepala Negara atau penguasa ada yang menggantikan yaitu khulafaur rasidin dan para kholifah.


                Menurut Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam As Sulthabiyyah, tugas para penguasa atau kepala Negara adalah menjaga agar (hirasatuddin) dan mengurus kemaslahatan hidup rakyat (siyasatuddunya). Para penguasa yang memegang kekuasaan dengan fungsi tersebut punya persyaratan-persyaratan tertentu, terutama ia harus seorang muslim karena ia adalah ulil amri yang wajib taat kepada Allah SWT dan Rosul-Nya. Firman Allah, ”  Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” QS. An Nisaa : 59)

                As Shabuniy  dalam tafsir Shafwatut menjelaskan bahwa kalimat “ wa ulil amri min kum” menjelaskan sekaligus menunjukkan bahwa ulil amri yang wajib ditaati oleh umat Islam adalah ulil amri yang merupakan bagian dari kaum Muslimin. Oleh karena itu jabatan ulil amri harus diserahkan atau dipegang orang-orang atau pemimpin yang kuat dalam pemikiran syariahnya, kuat dalam keteguhan  jiwa serta menjaga diri dan umatnya. Firman Allah,” Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At Tahriim : 6) Rosulullah SAW sebagai teladan ulil amri digambarkan oleh Allah SWT dalam QS. At Taubah : 6 memiliki sikap “azizun alaihi maa anittum” sangat berat terasa olehnya penderitaan kalian) dan “harishun alaikum” sangat menginginkan kebaikan kalian). Imam Al Mawardi dalam Al Ahkam As Shulthaniyyah mensyaratkan dalam memilih  Imam atau kepala Negara dengan dibentuknya Dewan Pemilih Imam (ahlul Ikhtiar) yang mempunyai keahlian dalam memilih Imam atau Kepala Negara. Persyaratan dari dewan pemilih ini meliputi;

1.            Bersikap adil (al Adalah)
2.            Berilmu (al ilmu) yakni mengetahui
3.        mengetahui apa persyaratan seorang kepala Negara atau imam dalam pandangan Islam.
4. Memiliki pendapat dan hikmah kebijaksanaan (Ar Ra'yu wal hikmah) sehingga bisa menentukan mana yang lebih baik layak sebagai imam atau kepala Negara dan lebih mengerti pengaturan urusan kemashlahatan umat.

                 Firman Allah “Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron : 59) D.S

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar