Hakikat Jabat dalam Pandangan Islam
Di masa
Rosulullah SAW kepala Negara dijabat beliau sebagai Nabi sekaligus rosul
sebagai penyampai risalah (Tablighur risalah). Sepeninggal Rosulullah tidak ada
lagi nabi yang membawa risalah dan
menyampaikan risalah. Kedudukan nabi tidak ada pengganti karena beliau adalah
nabi terakhir, namun kedudukan beliau
sebagai kepala Negara atau penguasa ada yang menggantikan yaitu
khulafaur rasidin dan para kholifah.
Menurut
Imam Al Mawardi dalam kitabnya Al Ahkam As Sulthabiyyah, tugas para penguasa
atau kepala Negara adalah menjaga agar (hirasatuddin) dan mengurus kemaslahatan
hidup rakyat (siyasatuddunya). Para penguasa yang memegang kekuasaan dengan
fungsi tersebut punya persyaratan-persyaratan tertentu, terutama ia harus
seorang muslim karena ia adalah ulil amri yang wajib taat kepada Allah SWT dan
Rosul-Nya. Firman Allah, ” Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” QS. An Nisaa : 59)
As
Shabuniy dalam tafsir Shafwatut
menjelaskan bahwa kalimat “ wa ulil amri min kum” menjelaskan sekaligus
menunjukkan bahwa ulil amri yang wajib ditaati oleh umat Islam adalah ulil amri
yang merupakan bagian dari kaum Muslimin. Oleh karena itu jabatan ulil amri
harus diserahkan atau dipegang orang-orang atau pemimpin yang kuat dalam
pemikiran syariahnya, kuat dalam keteguhan
jiwa serta menjaga diri dan umatnya. Firman Allah,” Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At Tahriim :
6) Rosulullah SAW sebagai teladan ulil amri digambarkan oleh Allah SWT dalam
QS. At Taubah : 6 memiliki sikap “azizun alaihi maa anittum” sangat berat
terasa olehnya penderitaan kalian) dan “harishun alaikum” sangat menginginkan
kebaikan kalian). Imam Al Mawardi dalam Al Ahkam As Shulthaniyyah mensyaratkan
dalam memilih Imam atau kepala Negara
dengan dibentuknya Dewan Pemilih Imam (ahlul Ikhtiar) yang mempunyai keahlian
dalam memilih Imam atau Kepala Negara. Persyaratan dari dewan pemilih ini
meliputi;
1. Bersikap
adil (al Adalah)
2. Berilmu
(al ilmu) yakni mengetahui
3. mengetahui
apa persyaratan seorang kepala Negara atau imam dalam pandangan Islam.
4. Memiliki pendapat dan hikmah kebijaksanaan (Ar Ra'yu wal
hikmah) sehingga bisa menentukan mana yang lebih baik layak sebagai imam atau
kepala Negara dan lebih mengerti pengaturan urusan kemashlahatan umat.
Firman Allah “Dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertaqwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imron : 59) D.S
No comments:
Post a Comment