Renungan fajar
Syarat meraih AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
Syarat meraih AMPUNAN DI BULAN RAMADHAN
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Nabi kita Saw bersabda :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yg berpuasa Ramadhān karena imān dan mengharapkan pahala, maka ia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Kalau kita cermati dr sabda Nabi Saw diatas, maka betapa besar pahala yg dijanjikan oleh Rasūlullāh Saw bagi yg berpuasa Ramadhān
Betapa tdk bahwa dia akan mendapatkan ganjaran berupa ampunan dosa dari seluruh dosanya, baik yg telah lalu maupun yg akan datang.
Namun kalau kita cermati lebih dalam bahwa ternyata untuk mendapatkan ampunan dosa dengan sebab puasa tdk semudah yg dibayangkan. Karena di dalamnya ada dua persyaratan yg disyaratkan oleh Nabi kita Muhammad Saw yaitu :
√ Imānan (dengan landasan keimānan)
√ Ihtisāban
Apakah yang dimaksud dengan 2 (dua) persyaratan tersebut ?
√ Ihtisāban
Apakah yang dimaksud dengan 2 (dua) persyaratan tersebut ?
⑴ *Keimānan*
Maka untuk dikatakan seseorang itu bahwa puasanya dilandasi dengan keimānan yang bersama dia berimān secara umum dalam arti bahwa orang yang berpuasa tersebut harus orang yang berimān.
Maka untuk dikatakan seseorang itu bahwa puasanya dilandasi dengan keimānan yang bersama dia berimān secara umum dalam arti bahwa orang yang berpuasa tersebut harus orang yang berimān.
Artinya secara pribadi dia memiliki keimanan yg sah.
√ Jadi dia bukan orang kāfir, bukan orang yang telah batal imānnya disebabkan tindakan atau perilaku.
walaupun dia asalnya muslim (misalnya) tapi ternyata pada dirinya ada kekāfiran sehingga tdk layak dia mendapatkan predikat orang yang berimān.
walaupun dia asalnya muslim (misalnya) tapi ternyata pada dirinya ada kekāfiran sehingga tdk layak dia mendapatkan predikat orang yang berimān.
√ Dia beriman tentang wajibnya puasa Ramadhān tersebut.
Ini terkait dengan syarat keimānan.
Ini terkait dengan syarat keimānan.
⑵ *Ihtisāban* yaitu mengharapkan ganjaran.*
Bahwa yang dimaksudkan seseorang yang berpuasa meniatkan dengan puasanya mendapatkan pahala, yaitu pahala akhirat.
Dan pahala akhirat yang terbesar adalah melihat Allāh Ta'āla di surga.
Dan pahala akhirat yang terbesar adalah melihat Allāh Ta'āla di surga.
Jadi dia mengharapkan ganjaran dimana Allāh Ta'āla mengganjarnya di akhirat.
Maka bukanlah puasanya hanya semata-mata dia mengikuti kebanyakan kaum muslimin berpuasa. Tidak enak kalau tidak puasa atau berpuasa dalam rangka untuk supaya sehat atau berpuasa demi mendapatkan kenikmatan duniawi tetapi dia berpuasa untuk mengharapkan pahala akhirat.
Ganjaran yang disediakan oleh Allāh diakhirat. Di surga kelak. Dan apabila ternyata dia puasanya tidak memenuhi dua persyaratan diatas, maka dia tidak mendapatkan ampunan dosa.
Apakah ada disana orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan ganjaran ? Banyak.
Sebagaimana
sabda Nabi Saw :
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Sebagaimana
sabda Nabi Saw :
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
Telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Raafi’, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullaah bin Al-Mubaarak, dari Usaamah bin Zaid, dari Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Berapa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat malam namun tidak mendapatkan apa-apa dari shalat malamnya selain menahan kantuk.”
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
"Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi tidaklah dia dapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga."
Sebagaimana juga beliau bersabda :
Laisa ilaihadza
لَيْسَ الي هدا
Laisa ilaihadza
لَيْسَ الي هدا
Atau beliau menyampaikan :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan yang dusta, yang buruk dan mengamalkan amalan yang buruk, maka tidak ada kepentingan terkait dengan dia meninggalkan makan dan minumnya."
(Hadīts Riwayat Bukhāri nomor 1770, versi Fathul Baru nomor 1903)
Artinya tidak mendapatkan sedikitpun dari makan dan minumnya, tidak mendapatkan ganjaran sama sekali.
Ini menunjukan bahwa di sana ada orang-orang yang dia telah lapar dan dahaga dengan puasanya tapi yang dia dapatkan, hanya lapar dan dahaga.
Di samping dua syarat di atas tentang keimanan dan juga ihtisāb dengan penjelasan yang telah disampaikan tentunya dia juga harus memenuhi syarat dan rukunnya puasa sehingga dia sah secara fiqih dan juga dia layak untuk mendapatkan ganjaran yang besar yaitu berupa ampunan Allāh Ta'ala atas dosa-dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang.
Mudah-mudahan kita bisa menyiapkan diri untuk menghadapi Ramadhān dengan keimanan yang benar dan dengan betul-betul mengharapkan pahala dari sisi Allāh Ta'ala. Dikopy Dari grup wa.
Smg bermanfa'at
Smg bermanfa'at
No comments:
Post a Comment