Translate

Saturday, 3 December 2011

Hidup dan Matiku Hanya untuk Allah

 Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menerangkan ketika mendengar panggilan sholat atau adzan, hadirkanlah di dalam hati akan kedahsyatan panggilan raksasa di hari kiamat, serta upayakan di dalam lahir dan batin untuk bersegera memenuhi panggilan itu. Orang-orang dengan segala kesungguhan bersegera memenuhi panggilan itulah yang kelak di hari kiamat akan dipanggil dengan kelembutan dan kasih sayang. Karena itu hadapkanlah hati kita kepada panggilan adzan. Saat kita bersegera memenuhi panggilan-Nya itulah salah satu bentuk ketaatan kita, dengan amalan yang punya ribuan sarat makna tersirat,tunduk dan patuh menghambakan diri.


                Tatkala kita membersihkan serta mensucikan pakaian kita, tempat sholat kita serta tubuh kita, janganlah kita lupa pada inti dari diri kita, yakni mensucikan hati. Sucikan pula pikiran-pikiran kita serta gagasan-gagasan kita sebersih mungkin agar tidak mengganggu kekhusyukan kita dalam berdialog dengan sang Khalik. Sucikan hati dan bathin kita dengan tobat yang sebenar-benarnya karena hanya hati itulah yang akan dipandang oleh Allah SWT, bukan hal-hal lahiriah saja.

                Menutup aurat bermakna menutup tempat-tempat atau bagian-bagian pribadi pada diri kita dari pandangan manusia. Allah SWT hanya memandang hati kita, maka hadirkan di aib-aib di hati kita, serta tuntutlah diri kita untuk bersegera menutup dan mengahpusnya dengan rasa malu, penyesalan dan bertobat serta takut kepada Allah. Adapun makna menghadap kiblat yaitu memalingkan hati kita dari segala urusan dan segala pikiiran-pikiran kotor dan hanya tertuju kepada Allah semata, sedangkan gerakan tubuh adalah upaya untuk menggerakkan hati kita untuk membatasi serta mengendalikan agar hanya tertuju kepada satu arah, yaitu arah kiblat atau Ka'bah yang bermakna hanya tertuju kepada Allah semata.
                Makna berdiri tegak di dalam melaksaksanakan sholat adalah berdiri  menghadap Allah SWT dengan segala jiwa dan raga kita, maka hendaklah kepala sebagai bagian tubuh yang teratas untuk menunduk sebagai implementasi tawadhu serta menjauhkan dari rasa sombong, angkuh dan takabur karena kita sedang berhadapan dengan Allah Yang Maha Besar, Maha Kaya serta Maha Kuasa.

                Niat adalah menetapkan tekad kita hanya semata-mata melaksanakan perintahnya serta memenuhi panggilan-Nya. Untuk bersyukur akan segala karunia nikmat yang telah diberikan-Nya. Ketika lidah kita telah mengucapkan takbir seharusnya hati kita tidak mendustakannya. Hati kita harus bersesuaian dengan ucapan kita yang menyatakan bahwa Dia adalah yang Maha Agung. Manakala di hati kita masih ada sesuatu yang lebih besar dari-Nya tentu Allah menjadi saksi bahwa kita berdusta.

                Doa iftitah yang berawal dari “wahjahtu wajhiyah liladzi fatharas samawati wal ardh…”  aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah menciptakan langit dan bumi. Menghadapkan wajah bukan secara lahiriyah saja namun lebih penting adalah wajah batiniah, hati kita, sedangkan saat mengucapkan “wama ana minal musyrikin “ aku bukanlah termasuk golongan orang-orang musyrik, maka pastikan bahwa kita terlindung dari syirik yang tersembunyi.

                Tatkala kita mengucapkan “wamahyaya wamamati lillahi robbil 'alamin” maka hidup dan matiku hanya untuk Alah semata yang artinya adalah sikap seorang hamba sahaya yang keberadaan dirinya hanya untuk tuannya, yaitu Allah SWT. Yang Maha Besar, Maha Kekal, Maha Kuasa (ds)

No comments:

Post a Comment

Entri Populer

Majelis Ulama Indonesia

Radio Dakwah Syariah

Nahimunkar